ilmu ajaib
1. Apa itu Ngereh dan Ngeleak?
Ngereh” artinya proses perubahan
wujud dari manusia menjadi Leak. Leak desti adalah wujud siluman jahat (setan).
Desti adalah perwujudan binatang siluman manusia dalam bentuk binatang yang
aneh dan seram.Ngereh merupakan suatu prosesi ritualmistik yang dilakukan
di kuburan pada tengah malam dan merupakan tahapan akhir dari proses
sakralisasi petapakan Ida Bhatara Rangda atau Barong Landung. Beberapa
lontar yang memuat isi tentng ngereh diantarannya adalah Lontar Canting Mas
(Informasi dari Ida Pedanda Bang Buruan pada majalah taksu, 196 th 2007), Widhi
Sastra dan Ganapati Tatwa dan lontar pengerehan. Upacara ini biasanya dilakukan
pada dua tempat yaitu di pura dan di kuburan. Apabila dilakukan di kuburan yang
dianggap tenget (angker), maka diperlukan tiga tengkorak manusia yang berfungsi
sebagai alas duduk bagi yang memundut (mengusung). Begitu pula bila dilakukan
di pura maka tengkorak manusia dapat diganti dengan kelapa gading muda. Untuk
menjadi Pengereh diperlukan kesiapan mental, keberanian dan kebersihan pikiran
dan badan serta yang paling penting adalah lascarya (pasrah, tulus, ikhlas).
Gegodan (gangguan niskala) mulai mengetes keteguhan hati pengereh, apakah dia
akan bisa bertahan dan berhasil atau malah kabur yang berarti gagal. maka
keberhasilannnya adalah ditandai dengan adanya gulungan api, atau tiga
bola api yang datang menghampiri kemudian masuk ke petapakan Ida Betara Rangda.
Leak merupakan suatu ilmu kuno yang
diwariskan oleh leluhur Hindu di Bali. Kata leak sudah mendarah daging di benak
masyarakat hindu di Bali atau asal Bali yang tinggal di perantauan sebab
kata-kata ini sangat sering kita dengar dan membuat bulu kuduk merinding atau
hanya sekedar ga berani keluar malam gara-gara kata “leak" ini.Begitu juga
keributan sering terjadi antar tetangga gara-gara seorang nenek di sebelah
rumah di tuduh bisa ngeleak. Bahkan bayi menangis tengah malam, yang mungkin
kedinginan atau perut kembung yang tidak di ketahui oleh ibunya, juga
tuduhannya pasti “amah leak” apalagi kalau yang bilang balian sakti
(paranormal).Asumsi kita tentang leak paling-paling rambut putih dan panjang,
gigi bertaring, mata melotot, dan identik dengan wajah seram. Hal inilah yang
membuat kita semakin tajam mengkritik leak dengan segala sumpah serapah, atau
hanya sekedar berpaling muka bila ketemu dengan orang yang bisa ngeleak.Secara
umum leak itu tidak menyakiti, leak itu proses ilmu yang cukup bagus bagi yang
berminat. Karena ilmu leak juga mempunyai etika-etika tersendiri. Yang
menyakiti itu ilmu teluh atau nerangjana, inilah ilmu yang bersifat negatif,
khusus untuk menyakiti orang karena beberapa hal seperti balas dendam, iri
hati, ingin lebih unggul, ilmu inilah yang disebut pengiwa. Ilmu pengiwa inilah
yang banyak berkembang di kalangan masyarakat seringkali dicap sebagai ilmu
leak.Tidak gampang mempelajari ilmu leak. Dibutuhkan kemampuan yang prima untuk
mempelajari ilmu leak. Dulu ilmu leak tidak sembarangan orang mempelajari,
karena ilmu leak merupakan ilmu yang cukup rahasia sebagai pertahanan serangan
dari musuh. Orang Bali Kuno yang mempelajari ilmu ini adalah para
petinggi-petinggi raja disertai dengan bawahannya. Tujuannya untuk sebagai ilmu
pertahanan dari musuh terutama serangan dari luar. Orang-orang yang mempelajari
ilmu ini memilih tempat yang cukup rahasia, karena ilmu leak ini memang
rahasia. Jadi tidak sembarangan orang yang mempelajari. Namun zaman telah
berubah otomatis ilmu ini juga mengalami perubahan sesuai dengan zamannya.
Namun esensinya sama dalam penerapan.Pada dasarnya ilmu leak adalah “ilmu
kerohanian yang bertujuan untuk mencari pencerahan lewat aksara
suci”.Dalam aksara Bali tidak ada yang disebut dengan leak, yang ada adalah
“Lia Ak yang berarti lima aksara (memasukkan dan mengeluarkan kekuatan aksara
dalam tubuh melalui tata cara tertentu). Kekuatan aksara ini disebut “Panca Gni
Aksara”, siapapun manusia yang mempelajari kerohanian merek apapun apabila
mencapai puncaknya dia pasti akan mengeluarkan cahaya (aura).Cahaya ini bisa
keluar melalui lima pintu indra tubuh; telinga, mata, mulut, ubun-ubun, serta
kemaluan. Pada umumya cahaya itu keluar lewat mata dan mulut, sehingga apabila
kita melihat orang ngelekas di kuburan atau tempat sepi, api seolah-olah
membakar rambut orang tersebut.Orang yang kebetulan melihatnya tidak perlu
waswas. Bersikap sewajarnya saja. Kalau takut melihat, ucapkanlah nama nama
Tuhan. Endih ini tidak menyebabkan panas. Dan endih tidak bisa dipakai untuk
memasak karena sifatnya beda. Endih leak bersifat niskala, tidak bisa dijamah.Pada
prinsipnya ilmu leak tidak mempelajari bagaimana cara menyakiti seseorang, yang
di pelajari adalah bagaimana dia mendapatkan sensasi ketika bermeditasi dalam
perenungan aksara tersebut. Ketika sensasi itu datang, maka orang itu bisa
jalan-jalan keluar tubuhnya melalui “ngelekas” atau ngerogo sukmo. kata
“Ngelekas” artinya kontraksi batin agar badan astral kita bisa keluar, ini pula
alasannya orang ngeleak apabila sedang mempersiapkan puja batinnya di sebut
“angeregep pengelekasan”.Sampai di sini roh kita bisa jalan-jalan dalam bentuk
cahaya yang umum disebut “ndihan” bola cahaya melesat dengan cepat. Ndihan
adalah bagian dari badan astral manusia yang tidak dibatasi oleh ruang dan
waktu dan pelaku bisa menikmati keindahan malam dalam dimensi batin yang
lain.dalam dunia pengeleakan ada kode etiknya,tidak sembarangan berani/boleh
keluar dari tubuh kasar kalau tidak ada kepentingan mendesak, sehingga tidak
semua orang bisa melihat ndihan.tidak boleh masuk atau dekat dengan orang mati,
orang ngeleak hanya main2 di kuburan (pemuhunan) apabila ada mayat baru,
anggota leak wajib datang ke kuburan untuk memberikan doa agar rohnya mendapat
tempat yang baik sesuai karmanya, begini bunyi doanya leak memberikan berkat,
"ong, gni brahma anglebur panca maha butha, anglukat sarining merta,
mulihankene kite ring betara guru, tumitis kita dadi manusia mahutama, ong rang
sah, prete namah.." sambil membawa kelapa gading untuk dipercikkan sebagai
tirta.
Ditinjau dari sumber ilmunya ada 2
jenis ilmu leak:
Leak Panugerahan adalah kemampuan spiritual yang diberikan oleh
Tuhan sebagai gift (hadiah lahir) karena yang bersangkutan memiliki karma yang
sangat baik dalam kehidupan sebelumnya. Orang yg menguasai Leak Panganugerahan
mampu menghidupkan sinar Tuhan dlm tubuhnya yg diistilahkan dgn “api” dan mampu
memadamkannya dengan unsur-unsur cair yg ada dalam tubuhnya juga. Biasanya
unsur-unsur cair ini akan keluar dalam bentuk ludah/air liur/dahak. Dia juga
mampu menyatukan unsur bhuana alit (tubuh manusia) dgn bhuana agung (alam
semesta). Dengan demikian yang mampu menguasai semua makhluk-mahluk halus
(jin, setan,dll) yg ada di dalam tubuh manusia dan di alam semesta dalam
genggamannya. dan sekali yang menerima anugrah tersebut melanggar aturan atau
berbuat diluar kebajikan, maka semua ilmunya akan sirna dan hidupnya pasti
menderita. Sehingga apapun yang akan dilakukannya berkaitan dengan ilmu leak,
selalu minta ijin terlebih dahulu dari Sesuhunannya atau paling tidak
mengadakan pemberitahuan (matur piuning).
Leak Papalajahan adalah kemampuan yg didapat dengan cara belajar
baik dengan meditasi, tapa semadhi atau yoga atau belajar dari guru. orang yg
menguasai Leak Papalajahan hanya mampu menghidupkan api saja tanpa mampu
memadamkannya. Dia juga tdk mampu menguasai makhluk-mahluk halus yg ada di alam
semesta dalam dirinya, tapi bisa memerintahkan mereka dgn jalan memberikan
seperangkat sesajen tertentu utk menyenangkan makhluk-makhluk halus, karena
sesajensesajen ini adalah makanan buat mereka.Dalam sebuah tayangan episode
televisi ada seorang praktisi leak yang mencoba menghapus kesan buruk ilmu leak
dengan menayangkan prosesi nglekas. Dinyatakan di sana bahwa kru televisi dari
luar Bali pada ketakutan dan menjauh dari sang praktisi karena melihat
perubahan wujud menjadi sangat menyeramkan. Padahal dari rekaman video
perubahan wujud itu tidak tampak sama sekali. Hanya dari beberapa bagian tubuh
sang praktisi mengeluarkan cahaya terang, terutama mulut dan ubun-ubun,
sedangkan dari telapak tangan keluar asap putih. Itu bedanya mata manusia yang
memiliki sukma dan mata teknologi (kamera).
Bagaimanakah upacara ngereh itu?
Banyak upacara agama yang dilakukan
oleh umat Hindu di Bali. Salah satu upacara agama yang dilaksanakan adalah
upacara ngereh atau pengerehan yang lazim dilakukan oleh masyarakat dalam
rangka menghidupkan sesuatu yang ada hubungannya dengan wahana atau petapakan
Ida Betara Rangda di Pura. Dalam ajaran Agama Hindu di Bali sarat dengan lokal
genius yang berdasarkan sastra-sastra Agama, termasuk diantaranya ngereh.
Upacara ngereh ini tidak dapat dinikmati dalam setiap waktunya, namun upacara
ini hanya diadakan apabila dilakukan perbaikan terhadap tapel (topeng) ataupun
mengganti tapel (topeng) dengan yang baru.
Banyak orang yang tidak memahami
arti dari upacara ngereh yang dilaksanakan. Tidak jarang umat yang berasal dari
agama lain akan mengnggap upacara ngereh yang dilakukan adalah upacara yang
seram. Banyaknya salah presepsi terhadap upacara ngereh ini, terkadang membuat
banyak umat lain yang mencemooh. Ngereh sebenarnya bukanlah hal yang aneh
ataupun seram. Ngereh dilaksanakan jika ada hubungannya dengan membuat ataupun
memperbaiki tapel (topeng) Ida Bhatara Rangda, Barong, ataupun Ratu Gede.
Bali memang tidak bisa lepas dari
upacara keagamaan yang dilakukan masyarakatnya, sehingga menambah kemagisan
pulau ini, begitu halnya dengan upacara ngereh atau pengerehan yang lazim
dilakukan oleh masyarakat dalam rangka menghidupkan sesuatu yang ada
hubungannya dengan wahana atau petapakan Ida Betara Rangda di Pura. Dalam
ajaran Agama Hindu di Bali sarat dengan lokal genius yang berdasarkan
sastra-sastra Agama, termasuk diantaranya ngereh. Dalam lontar Kanda Pat,
ngereh atau pengerehan erat kaitannya dengan Petapakan Ida Betara Rangda yang
berupa benda yakni tapel rangda (topeng rangda).
Sedangkan ngerehan rangda sesuai
dengan Lontar Pengerehan, Kanda Pat, bahwa ngerehang rangda mempunyai
kekhususan sendiri. Sebab ini berhubungan dengan sifat magis yang dimiliki oleh
rangda itu sendiri, karena rangda merupakan simbol rajas (emosi) yang penuh
dengan nafsu untuk menguasai. Dalam lontar Calonarang, rangda artinya janda
yang memiliki nafsu tak terbendung atau kemarahan yang tak tertahankan karena
dendam. Rangda sendiri merupakan sifat manusia yang tidak pernah puas dengan
apa yang dimilikinya sehingga menyebabkan gejolak dalam diri kita sebagai
manusia.
Ngereh merupakan suatu
prosesi ritual mistik yang dilakukan di kuburan pada tengah malam dan
merupakan tahapan akhir dari proses sakralisasi petapakan Ida Bhatara Rangda
atau Barong Landung. Atau tahapan akhir dari proses sakralisasi setelah
memperbaiki petapakan yang lama atau rusak. Beberapa lontar yang
memuat isi tentng ngereh diantarannya adalah Lontar Canting Mas (Informasi dari
Ida Pedanda Bang Buruan pada majalah taksu, 196 th 2007), Widhi Sastra dan
Ganapati Tatwa dan lontar pengerehan. Lontar-lontar tersebut ternyata
memberikan penjelasan mengenai ngereh atau kerauhan dalam perspektif yang luas,
sehingga menimbulkan kesan bahwa ngereh hanyalah prosesi mistik yang sangat
rahasia.
Disebut rahasia sebab dilakukan di
kuburan tengah malam, hal ini merupakan pengertian ngereh yang sempit yang
hidup dan berkembang dalam benak masyarakat Hindu Bali. Ngereh biasanya
berhubungan dengan Upacara Sakral berupa : Pasupati, Ngatep dan Mintonin.
Ngereh artinya memusatkan pikiran, dengan mengucapkan mantra dalam hati, sesuai
dengan tujuan yang bersangkutan. Pasupati artinya kekuatan dari Dewa Siwa.
Ngatep artinya mempertemukan dan Mintonin adalah bahasa Jawa Kuna yang artinya
menampakkan diri. Dipilihnay setra atau kuburan karena kuburan merupakan tempat
pemujaan terhadap Dewi Durga Bhirawi (Dewanya kuburan sesuai dengan Lontar
Bhairawi Tatwa), yang merupakan perwujudan dari Dewi Durga. Dalam mitologinya,
Dewa Siwa berubah wujud untuk menemui saktinya Dewi Durga (berupa rangda),
sehingga memunculkan beberapa kekuatan yang menyeramkan untuk menguasai dunia.
Inilah alasannya kenapa setra dipakai sebagai tempat ngerehang Barong Landung
atau Rangda. Karena penuh dengan kekuatan gaib atau Black Magic,
sehingga dalam ngerehang ini jika sudah mencapai puncaknya maka ia akan hidup,
setelah hidup, rangda akan memanggil anak-anak buahnya berupa leak atau makhluk
lainnya.Tengetnya setra seperti yang tercantum pada Lontar Kala Maya Tattwa.
Dalam prosesi Ngereh Petapakan Ida
Betara Rangda diperlukan tiga tingkatan upakara seperti ;
1.
Prayascita dan Mlaspas
Tujuan dari upacara ini adalah
untuk menghapuskan noda, baik yang bersifat sekala maupun niskala yang ada pada
kayu dan benda lain yang digunakan untuk pembuatan Petapakan Betara Rangda.
Noda ini dapat saja ditimbulkan oleh sangging (seni ukir) ataupun bahan itu
sendiri. Dengan Upacara Prayascitta diharapkan kayu atau bahan itu menjadi
bersih dan suci serta siap untuk diberikan kekuatan. Upakara tersebut
dihaturkan kehadapan Sang Hyang Surya, Sang Hyang Siwa dan Sang Hyang
Sapujagat.
2.
Ngatep dan Pasupati,
Ngatep dan Pasupati dapat dilakukan
oleh Pemangku (orang suci) dan Sangging (seni ukir). Dengan upacara ini
terjadilah proses Utpeti (kelahiran) terhadap Petapakan Betara Rangda. Mulai
saat itu dapat difungsikan sebagai personifikasi dari roh atau kekuatan gaib
yang diharapkan oleh penyungsungnya (Pemujanya).
3.
Masuci dan Ngerehin.
Tingkat Masuci dan Ngrehin,
merupakan tingkat upacara yang terakhir dengan maksud Betara Rangda menjadi
suci, keramat dan tidak ada yang ngeletehin (menodai). Tujuan upacara adalah
untuk memasukkan kekuatan gaib dari Tuhan.
Dengan demikian diharapkan Petapakan
Betara Rangda mampu menjadi pelindung yang aktif. Upacara ini biasanya
dilakukan pada dua tempat yaitu di pura dan di kuburan. Apabila dilakukan di
kuburan yang dianggap tenget (angker), maka diperlukan tiga tengkorak manusia
yang berfungsi sebagai alas duduk bagi yang memundut (mengusung). Begitu pula
bila dilakukan di pura maka tengkorak manusia dapat diganti dengan kelapa
gading muda. Upacara ini biasanya dilakukan pada tengah malam terutama pada
hari-hari keramat seperti hari kajeng kliwon menurut kalender Bali.
“Pada hari pengerehan tersebut, juru
pundut yang kasudi (ditugaskan) atau ditunjuk dilakukan upacara sakral di Pura
Dalem. Setelah itu ngiderang (mengelilingi) gedong Pura Dalem sebanyak tiga
kali. Kemudian juru pundut tersebut menghaturkan sembah kepada Ratu Gede
Penyarikan, Mrajapati. Proses ini berlangsung sekitar jam dua puluh dua tiga
puluh menit (jam 22.30 ) malam.
Pada tengah malam sekitar jam dua
puluh tiga, tiga puluh menit (jam 23.30) malam, barulah Petapakan Ida Betara
Rangda diikuti oleh para damuh (masyarakat penyungsung) menuju ke setra
(kuburan) untuk upacara ngereh. Di sana telah disediakan banten (sesajen).
Semua banten (sesajen) tersebut diastawa (dipuja) oleh jero mangku (orang
suci). Di tempat tersebut ditancapkan sebuah sanggah cucuk (tempat sesajen dari
pohon bambu) yang berisi sesajen sakral. Sedang Ida Betara Rangda diletakkan
diatas gegumuk (gundukan tanah).
Pemundut kemudian duduk bersimpuh di
hadapan banten (sesajen) dan prerai (muka topeng) Petapakan Ida Betara Rangda.
Duduk bersimpuh dimana kedua lututnya beralaskan pala walung (tengkorak
manusia), dan satu lagi di bagian pantatnya. Mencakupkan tangan memegang
kuangen (sarana bunga), ngulengang kayun (konsentrasi) kehadapan Ida Betara
Durga. Dihadapannya diletakkan sebuah pengasepan (tempat api). Setelah itu
areal tempat ngerehan dikosongkan dari orang termasuk pemangku (orang suci).
Untuk menjadi Pengereh diperlukan
kesiapan mental, keberanian dan kebersihan pikiran dan badan serta yang paling
penting adalah lascarya (pasrah, tulus, ikhlas). Tidak boleh sesumbar atau
menambah serta melengkapi diri dengan kekuatan-kekuatan lainnya seperti :
sesabukan (Jimat kesaktian). Adanya benda-benda asing di luar kekuatan asli
yang berada di badan akan mengganggu masuknya kekuatan Ida Bhatara.
Orang yang ditugaskan ngereh duduk
berhadapan dengan Petapakan Ida Betara Randa. Lidah Petapakan Ida Betara Rangda
dilipat ke atas kepalanya. Diantara orang yang ngereh dengan Petapakan Ida
Betara Rangda itu ditempatkan upakara, yang pokok adalah getih temelung (darah
dari babi jantan) yang ditaruh pada takir (daun pisang). Pengereh bersemedi,
sedangkan rekan-rekannya yang lain berjaga-jaga di sekitar setra (kuburan).
Malampun bertambah larut ditambah dengan semua lampu harus dimatikan sehingga
suasana magis mulai terasa.
Gegodan (gangguan niskala) mulai mengetes keteguhan hati pengereh, apakah dia akan bisa bertahan dan berhasil atau malah kabur yang berarti gagal. Beberapa jenis gegodan, antara lain :
1) Semut yang mengerubuti sekujur tubuh pengereh dan semut
ini besar-besar, jika tidak tahan maka pengereh akan menggaruk-garuk seluruh
tubuhnya maka gagallah dia.
2) Nyamuk yang menggigit serta menyengat muka sampai
terasa sakit, rasa-rasanya muka akan hancur, jika tidak tahan pengereh akan
mengusap atau menepuk-menepuk mukanya dan gagallah dia.
3) Ular besar yang melintasi paha pengereh bergerak
perlahan yang terasa geli, dingin dan mengerikan. Jika pengereh geli, ketakutan
maka gagallah dia.
4) Celeng (babi) yang datang menguntit pantat pengereh
yang sedang khusuknya bersemedi jika takut dan merasa terusik, gagallah si
pengereh itu.
5) Angin semilir yang membawa Aji sesirep, jika tidak
waspada akhirnya ketiduran, gagallah dia.
6) Kokok ayam dan galang kangin (bahasa bali) artinya
suasana hari mendekati pagi diiringi dengan ayam berkokok, jika Pengereh
terpengaruh dan menghentikan semedi karena merasa hari sudah pagi, maka
gagallah dia.
7) “Bikul nyuling” (tikus meniup seruling)
menggoda, sehingga membuat si pengereh tertawa karena lucu melihat tikus meniup
seruling, maka gagallah dia.
8) “Talenan (alas untuk memotong daging) bersama
blakas (pisau besar)” yang datang dengan bunyi….tek….tek….tek….dan akan melumat
si pengereh, langsung dicincang. Kalau sudah seperti ini si pengereh harus
kabur menyelematkan diri, karena kehadiran talenan bersama blakas ini adalah
ciri kegagalan.
9) Kedengaran bunyi gemerincing…..cring…….cring,
cring,cring,cring, kalau sudah begini berarti sudah gagallah prosesi ngereh
ini, dan si pengereh tidak perlu lagi melanjutkan dan harus secepatnya angkat
kaki menyelematkan diri. Hal ini menandakan akan hadir Banaspati Raja (Raja
hantu) ancangan (anak buah) Ida Betara Bairawi yang berkuasa di Setra
(kuburan).
Mengenai 9 jenis gegodan (gangguan)
itu tidak terjadi sekaligus kesembilannya pada saat ritual ngereh. Gangguan
(gegodan) yang terjadi bisa 1 atau 2 atau 3 atau 4 dan seterusnya tergantung
situasi dan kondisi serta keberadaan si pengereh, kelengkapan upacara dan
kemungkinan penyebab lainnya.
Menurut Drs. I Made Karda, M.Si yang
juga sebagai tukang menarikan rangda pada tulisannya di majalah Taksu
169 Thun 2007 menjelaskan bahwa Ngereh lebih dekat dengan kata
kerauhan atau kesurupan, yang artinya kemasukan roh manifestasi Tuhan. Mereka
akan menggeraklan tubuhnya sesuai dengan kekuatan yang menempatinya.
Bagaimanakah Upacara Ngeleak itu?
Kata Pengiwa berasal dari bahasa
jawa kuno; yang asal katanya kiwa dalm bahasa Jawa Kuno yang artinya kiri;
kiwan; sebelah kiri, Ngiwa = Nyalanang aji wegig (menjalankan aliran kiri),
seperti ; pengeleakan penestian, Menggal Ngiwa = nyemak (melaksanakan) gegaen
dadua (pekerjaan kiri dan kanan).Pengertian Kiwa dan Tengen artinya ilmu hitam
dan ilmu putih, Ilmu Hitam disebut juga ilmu pengeleakan, tergolong aji wegig.
Aji berarti ilmu, Wegig berarti begig yaitu suatu sifat yang suka mengganggu
orang lain. Karena sifatnya negatif, maka ilmu itu sering disebut “ngiwa”.
Ngiwa berarti melakukan perbuatan kiwa alias kiri.Aji Penengen (Ilmu putih)
sangat bertentangan dengan ilmu hitam. Ilmu putih sebagai lawannya, yang
disebut pula ilmu penangkal leak yang bisa dipakai untuk memyembuhkan orang
sakit karena diganggu leak, sebab aji usadha berhaluan kanan, disebut haluan
“tengen” berarti kanan. Ilmu putih ini mengandung ilmu “kediatmika”.Leak Desti
yang merupakan bagian dari Ilmu Pengiwa dari jaman dulu kala sudah menjadi
fenomena yang tak pernah sirna dimakan jaman, keberadaannya dari dulu menjadi
momok yang menakutkan masyarakat. Leak Desti adalah perwujudan ilmu leak
tingkat paling bawah yaitu perwujudannya bisa berbentuk binatang. adapun nama –
nama yang sangat popular adalah:
Lelakut yaitu sejenis kadal yang besar
berbadan hitam loreng-loreng, berkepala manusia berwajah seram dan hitam,
rambutnya terurai, taringnya panjang, giginya runcing, matanya lebar dan
menyala keluar api berwarna hijau, mempunyai ekor panjang warnannya loreng
hitam putih.
Bebae yaitu sejenis binatang kambing
berbulu putih mulus, mempunyai telinga panjang menjulur kebawah sampai
menyentuh tanah.
Leak Desti ini sasarannya adalah
orang-orang yang penakut sehingga kalau orang yang ketakutan ini melihat leak
Desti maka ia akan lari terbirit-birit dan bisa terjatuh dan pada saat jatuh
itulah maka Leak Desti ini akan menyerang dan akan mengisap darah orang yang
terjatuh tadi.Disamping orang yang ketakutan juga bisa disasar anak-anak
kecil terutama bayi-bayi sehingga bayi-bayi itu bisa menangis terus-menerus dan
tidak mau menyusu pada ibunya dan lama-lama sampai anak kecil tersebut jatuh
sakit. Leak Desti ini di Bali ada penangkalnya yaitu melalui orang-orang Wiku
yaitu orang yang sudah menguasai ilmu pengobatan yang disebut ilmu Usada Bali
(pengobatan tradisional Bali).“Ngereh” artinya proses perubahan wujud dari
manusia menjadi Leak. Leak desti adalah wujud siluman jahat (setan). Desti
adalah perwujudan binatang siluman manusia dalam bentuk binatang yang aneh dan
seram.
Adapun Tehnik Ngereh Leak Desti
tersebut adalah sebagai berikut : Dalam ajaran Agama Hindu mengenal tiga
Kerangka Dasar yaitu:
Tatwa berarti orang yang menjalankan
ilmu pengeleakan harus menyadari tentang ajarannya.
Etika berarti orang yang menjalankan
ilmu pengeleakan pasti akan melaksanakan mengenai tehnik-tehnik tingkah
lakunya.
Upakara berarti orang yang
menjalankan ilmu pengeleakan sudah tentunya melaksanakan upakara-upakara
seperti menghaturkan sesajen (banten dalam bahasa bali) sebagai sarana upakara.
Sebelum Ngereh (proses perubahan
wujud) menjadi Leak Desti, orang yang menjalankan pengeleakan terlebih dahulu
melaksanakan beberapa tahapan kegiatan dengan melakukan berbagai permohonan.
Adapun tahapan-tahapan kegiatan ngereh tersebut adalah sebagai berikut :
Memasang pasirep yaitu mengeluarkan
ilmu kesaktian agar semua mahluk hidup yang ada di sekitarnya semuannya
tertidur lelap.Mencari tempat ngereh yaitu mencari tempat yang paling strategis
dan aman seperti misalnya di Kuburan, pada perempatan jalan, atau bisa di sawah
yang penting tempat tersebut sepi.Mempersiapkan upakara berupa sarana banten
yang berkaitan dengan ilmu pengeleakan.Melakukan permohonan-permohonan agar
proses ngereh dapat berlangsung sesuai dengan yang diinginkan kepada Tuhan
dalam segala bentuk menifestasinya yaitu :
Pertama mohon kepada yang bernama
Butha Peteng (perwujudan unsur alam gelap) untuk memagari tempatnya agar siapa
yang lewat supaya tidak melihat, dilanjutkan kemudian dengan memasang ilmu
pengreres (ilmu penakut) agar yang lewat menjadi ketakutan.
Kedua mohon kepada yang bernama
Butha Keridan (perwujudan unsur alam terbalik) agar pengelihatan orang bisa
terbalik yaitu yang di atas bisa terlihat di bawah.
Ketiga secara berturut-turut mohon
kepada yang bernama Sang Kala Jingkrak, Butha Lenga, Butha Ringkus, Butha
Jengking dan terakhir mohon kepada yang bernama sang Butha Kapiragan, agar
segala permohonannya bisa terkabul.Sang Kala Jingkrak, Butha Lenga, Butha
Ringkus, Butha Jengking dan Butha Kapiragan adalah nama-nama Butha Kala yang
menguasai Ilmu Pengleakan.
Keempat setelah proses permohonan
selesai, dilanjutkan dengan kegiatan muspa (sembahyang) dengan posisi badan
terbalik yang dilanjutkan dengan nengkleng (berdiri dengan kaki satu) berjalan
nengkleng mengitari "sanggah cucuk" (tempat menaruh sesajen yang
terbuat dari batang bambu), sesuai dengan tingkat ilmunya dengan posisi putaran
berjalan nengkleng kearah kiri.
Dengan melalui ngereh tersebut
diatas maka orang yang menguasai ilmu pengeleakan bisa berubah wujud sesuai
tingkat ilmu pengeleakan yang dikuasainya yaitu kalau tingkat Desti maka orang
tersebut bisa berubah wujud menjadi binatang yang aneh-aneh dan seram,setelah
menguasai Ilmu Pengiwa Leak Desti, penekun akan dengan mudah membuat sarana
pengleakan yang biasa di gunakan oleh pengikut aliran kiri ini. Sarana tersebut
seperti :
“Pengasren” (semacam pelet), yakni
sarana magis agar orang yang bersangkutan menjadi kelihatan selalu cantik dan
tampan, awet muda dan mempunyai daya pikat yang tinggi. Dengan sarana tersebut
orang akan mudah dapat memikat lawan jenis yang dikehendakinya.
“Pengeger” (semacam penglaris) yang
dapat menyebabkan si pemakai menjadi laris dalam berdagang atau berusaha,
dengan harapan si pemakai menjadi semakin kaya.
“Pengasih-asih”, yakni sarana yang
dapat membuat orang menjadi jatuh cinta kepada orang yang menggunakan sarana
tersebut. Atau dapat pula disebut dengan sarana guna-guna. Seperti misalnya :
guna lilit, guna jaran guyang, guna tuntung tangis, dan lain-lain macamnya.
“Penangkeb”, yakni sarana gaib atau
mistis agar orang lain atau orang banyak menjadi tunduk. Dengan demikian orang
tersebut dapat mengendalikan, mengarahkan, menguasai, atau menyetir orang lain
atau orang banyak sesuai dengan keinginannya. Orang yang telah terkena ilmu
penangkeb tak ubahnya seperti kerbau yang dicocok hidungnya, sehingga akan
menjadi penurut sesuai perintah atau keinginan dari orang yang mengenakan ilmu
penangkeb.
“Pepasangan”, yakni sarana yang
ditanam pada tempat tertentu oleh orang yang bisa melakukan pengiwa. Tujuannya
adalah untuk mengenai korbannya sesuai dengan yang diingini si pemasang. Dapat
berupa sarana tulang manusia yang dibungkus, atau berupa bubuk tulang yang ditaburkan
pada pekarangan rumah orang yang akan dijadikan korban. Dengan adanya
pepasangan itu menjadikan situasi rumah tersebut menjadi agak lain, agak seram,
penghuninya sakit-sakitan, sering cekcok, dan lain-lain.
“Sesawangan”, yakni kemampuan seseorang
yang mempraktekkan ilmu pengiwa hanya dengan membayangkan wajah atau hanya nama
dari calon korban. Sesawangan juga disebut dengan umik-umikan atau acep-acepan
atau doa-doa. Dengan kemampuan ini seseorang yang melaksanakannya dapat
mencapai korbannya, walaupun dia bersembunyi di balik dinding beton yang tebal
dan kuat. Adanya ilmu ini makanya sering kita mendengar kalimat seperti berikut
: “walaupun engkau berlindung di dalam gedong batu yang terkunci rapat, aku
akan dapat mencapaimu”. Mungkin ilmu sesawanganlah yang digunakan orang
tersebut.
“Ilmu Cetik” (racun) merupakan cara
meracun orang atau korban. Ada cetik sekala dan ada cetik niskala. Cetik sekala
diartikan bahwa meracun dengan menggunakan sarana tertentu yang tampak nyata,
seperti cetik gringsing, cetik cadang galeng, cetik kerikan gangsa, dan
lain-lain. Kemudian cetik niskala adalah meracun korban atau orang dengan
sarana yang tidak kelihatan. Cetik ini hanya mampu dilakukan oleh orang yang
memiliki ilmu Leak yang sudah tinggi. Hanya dengan memandangi makanan atau
minuman saja, maka korbannya akan menjadi sakit seperti yang dikehendaki. Jadi
boleh dibilang cetik ini tanpa memerlukan sarana, karena tidak
kelihatan.Kewisesan yang diporolehnya kemudian disebarluaskan secara rahasia
dengan menggunakan sarana seperti mas, mirah, tembaga, kertas merajah, dan
lain-lain. Ada pula dalam bentuk bebuntilan (bungkusan kecil yang berisikan
sarana tertentu). Si pemakai pengiwa tersebut juga diberikan rerajahan ongkara
sungsang (ongkara terbalik) pada lidah, gigi, kuku, atau bagian tubuh tertentu
lainnya. Atau ada pula penggunaan pengiwa dengan jalan maled (menelan sarana
yang diberikan oleh gurunya). Sarana pengiwa tersebut dibakar sebelumnya,
kemudian abunya dibungkus dengan buah pisang mas, dan kemudian ditelan. Setelah
itu didorong masuk ke dalam tubuh dengan menggunakan tirta atau air suci. Dalam
kemajuan teknologi yang berkembang pesat saat ini ternyata di masyarakat masih
mejadi trend penggunaan alat-alat kekebalan dalam berbagai bentuk baik yang
dipakai maupun yang masuk dalam tubuhnya. Adapun fungsi dari alat tersebut
untuk menambah kepercayaan diri agar merasa lebih mampu dibandingkan dengan
yang lainnya. Harus disadari fungsi dari alat ini bagaikan pisau bermata dua.
Kalau tujuanya untuk kepentingan umum dalam hal menolong masyarakat tidak menjadi
masalah. Yang menjadi masalah adalah jika alat itu digunakan untuk pamer dan
menguji orang lain, ini yang sangat riskan. Karena setiap alat yang kita pakai
memiliki kadar tersendiri, tergantung dari sang pembuatnya. Karena ini
berhubungan dengan kekuatan niskala yang berupa panengen dan pengiwa. Atau
dalam istilah lainnya mengandung kekuatan pancaksara maupun dasaksara. Tidak
sembarang orang bisa membuat alat seperti ini apalagi memasangnya karena
berhubungan dengan pengraksa jiwa. Kalau berupa sesabukan (tali pinggang)
menggunakan bahan-bahan tersendiri, berupa biji-bijian seperti kuningan, timah,
perak, bahan panca datu. Ditambah sarana yang lainnya sebagai persyaratannya.
Untuk menghidupkan ini perlu mantra pasupati biar benda tersebut menjadi hidup.
Disinilah kekuatan penengen dan pengiwa berjalan sebagai satu kesatuan yang
menjadi kekuatan panca dhurga. Kalau sabuk pengeleakan lagi berbeda, di
sini kekuatan pengiwa murni dipakai, sehingga yang memakainya akan memasuki
dunia lain, tanpa disadari ia akan berubah secara sikap. Dan kita diolah oleh
alat itu tanpa disadari kita menjadi kehilangan kontrol. Ini yang sangat
berbahaya, jika tidak segera ditolong ia akan terjerumus, disinilah kekuatan
penengen akan berjalan sebagai penetralisir. Di sinilah perlunya kita pemahaman
apa itu penengen dan pengiwa jangan sepengal-sepenggal. Kalau yang
memasukan dalam tubuh juga hampir sama prosesnya dengan yang memakai alat, yang
menjadi perbedaan adalah kalau yang memakai alat berada di luar tubuh dan yang
memasukan berada di dalam tubuh, inipun prosesnya tidak gampang perlu orang
yang tahu untuk memasangnya, memang tubuh menjadi kebal tapi perlu proses.
Tidak langsung jadi. Disinilah kejelian seorang senior terhadap yuniornya
apakah sudah siap secara mental atau tidak. Kalau sudah siap secara mental maka
akan cepat benda itu bereaksi dan bisa dikontrol oleh dirinya sendiri, jika
tidak akan sebaliknya akan membahayakan dirinya sendiri. Karena alat-alat yang
dipasang akan menjadi energi. Di sinilah muncul keegoissan kita jika sudah
merasa hebat seolah-olah kita yang paling unggul di antara orang lain, padahal
kita tahu ilmu seperti ini sangat banyak. Pengendalian diri sangat penting
untuk membawa hal yang positif bagi kita sendiri, jangan terjebak oleh
keinginan sesaat. Tapi sebaiknya kita gunakan alat-alat itu untuk kepentingan
yang lebih baik seperti untuk jaga diri.
Untuk mendapatkan ilmu tersebut,
harus mengadakan upacara yang disebut madewasraya. Apabila ingin menggunakan
pangiwa, supaya dapat sakti dan manjur, mujarab dan digjaya, terlebih dahulu
harus menyucikan diri. Setelah itu tatkala malam diadakannya madewasraya dahulu
di kayangan pangulun setra (pura yang ada di dekat kuburan), memohon anugrah
kehadapan Hyang Nini Betari Bagawati atau Ida Betari Durga Dewi. Adapun
sarananya:
1. Daksina 1 buah
2. Uang kepeng sebanyak 17.000
3. Ketupat 2 kelan (1 kelan = 6
biji)
4. Arak & brem
5. Ketan hitam
6. Canang 11 biji
7. Canang tubungan, burat wangi
lenga wangi, nyanyah (goreng tanpa minyak) gagringsingan, geti-getih (darah),
dan biu mas (pisang kecil yang biasanya dipakai untuk membuat canang) kemudian
dipersembahkan secara niskala. Setelah itu bersila di depan paryangan,
bersemadi dan tidak lupa dengan dupa menyan astanggi, heningkan batin. Kemudian
ucapkan mantra:
“Om Ra Nini Batari Bagawati, turun ka Bali; ana wang
mangkana; aminta kasih ring Paduka Batari, sira nunas turun ka mrecapada. Ana
wang mangkana anunas kasaktian, manusa kabeh ring Bagawati, Sang Hyang Guru
turun ka mrecapada. Ana wang manusa angawe Batara kabeh, turun ka Bali Sang
Hyang Bagawati. Ana buta wilis, buta abang, ana buta jenar, ana buta ireng, ana
buta amanca warna, mawak I Kalika, ya kautus antuk Batari Bagawati, teka welas asih
ring awak sarinankune, pakulun Paduka Bagawati. Om Mam Am Om Mam, ana Paduka
Batara Guru, teka welas asih, Bagawati manggih ring gedong kunci manik, teka
welas asih ring awak sarinanku”.
Apabila sudah berhasil mendapatkan
ilmu gaib tersebut, maka ada aturan yang harus dipatuhi. Orang yang memiliki
ilmu gaib tersebut akan digjaya tidak terkalahkan, tidak bisa diungguli, dan
semua akan tunduk kepadanya. Apabila mampu merahasiakannya, maka dalam 100 kali
kelahiran akan menemui kebahagiaan dan kebebasan tertinggi. Dan bila meninggal
dapat kembali ke sorga Brahmaloka, Wisnuloka, dan Iswaraloka. Tetapi bila
ketahuan, apalagi sampai suka membicarakan, menyebarluaskan, dan tidak mampu
merahasiakannya, maka dalam 1000 kali kelahiran akan menemui hina, neraka, disoroti
oleh masyarakat, dan sudah pasti terbenam dalam kawah neraka Si Tambra Goh
Muka.
c. Bagaimanakah proses belajar Nge-Leak
?
Pada dasarnya ilmu ini sangat rumit
dan rahasia sekali, jarang seorang guru mau dengan terang-terangan memberikan ilmu
ini dengan cuma-cuma. Sebelum seorang belajar ilmu leak terlebih dahulu harus
diketahui otonan orang tersebut (hari lahir versi Bali) hal ini sangat penting,
karena kwalitas dari ilmu yang dianut bisa di ketahui dari otonanya, sang guru
harus hati-hati memberikan pelajaran ini kalau tidak murid akan celaka oleh
ilmu tersebut. Setelah diketahui barulah proses belajar di mulai, pertama-tama
murid harus mewinten Brahma widya, dalam bahasa lontar “Ngerangsukan
Kawisesan”, dan hari baik pun tentunya dipilih oleh sang guru.Tahap dasar murid
diperkenalkan dengan Aksara Wayah atau Modre. Selajutnya murid di “Rajah”
(ditulis secara spiritual) seluruh tubuh oleh sang guru, hal ini di lakukan di
Kuburan pada saat kajeng kliwon nyitan.
Selesai dari proses ini barulah sang
murid sah diajarkan oleh sang guru, ada 5 sumpah yang dilakukan di kuburan :
hormat dan taat dengan ajaran yang
di berikan oleh guru
Selalu melakukan ajapa-ajapa dan
menyembah SIWA Dan DURGA dalam bentuk ilmu kawisesan,
tidak boleh pamer kalau tidak
kepepet, selalu menjalankan darma,
tidak boleh makan daging kaki empat,
tidak boleh bersetubuh ( zina)
tidak boleh menyakiti atau dengan
carapapun melalui ilmu yang kita pelajari.
Di Bali yang namanya Rangda selalu
indentik dengan wajah seram, tapi di jawa di sebut Rondo berarti janda, inilah
alasanya kenapa dahulu para janda lebih menguasai ilmu pengeleakan ini dari
pada laki-laki, dikarenakan wanita lebih kuat nahan nafsu... Pada dasarnya
kalau boleh saya katakan ilmu ini berasal dari tanah Jawa, campuran aliran Siwa
dan Budha, yang di sebut dengan “Bajrayana”.
adapun tingkat pelajarannya adalah:
Tingkat satu kita diajari bagaimana
mengendalikan
Tingkat dua kita diajarkan
Visualisasi, dalam ajaran ini disebut "Ninggalin Sang Hyang Menget"
Tingkat tiga kita diajar bagaimana
kita melindungi diri dengan tingkah laku yang halus serta tanpa emosi dan
dendam, di ajaran ini di sebut "Pengraksa Jiwa”.
Tingkat empat kita di ajar kombinasi
antara gerak pikiran dengan gerak tubuh, dalam bahasa yoga disebut Mudra. mudra
ini berupa tarian jiwa akhirnya orang yang melihat atau yang nonton di bilang
"Nengkleng” (berdiri dengan kaki satu). Mudra yang kita pelajari persis
seperti tarian siwa nata raja. Tingkat empat barulah kita diajar Meditasi,
dalam ajaran pengeleakan disebut "Ngeregep”, yaitu duduk bersila tangan
disilangkan di depan dada sambil mengatur pernafasan sehingga pikiran kita
tenang atau “Ngereh” dan “Ngelekas”.
Tingakat lima kita di ajarkan
bagaimana melepas roh ( Mulih Sang Hyang Atma ring Bayu, Sabda lan Idep)
melalui kekluatan pikiran dan batin dalam bahasa sekarang disebut Levitasi,
berada di luar badan. Pada saat levitasi kita memang melihat badan kita
terbujur kaku tanpa daya namun kesadaran kita sudah pindah ke badan halus, dan
di sinilah orang disebut berhasil dalam ilmu leak tersebut, namun..ini cukup
berbahaya kalau tidak waspada dan kuat iman serta mental kita akan keliru,
bahkan kita bisa tersesat di alam gaib. Makanya kalau sampai tersesat dan lama
bisa mati, ini disebut “mati suri”, maka Bhagawadgita benar sekali, (apapun
yang kamu ingat pada saat kematian ke sanalah kamu sampai... dan apapun yang
kamu pikirkan begitulah jadinya)
Tentu dalam pelajaran2 ini sudah
pasti dibutuhkan ketekunan, puasa, berbuat baik, sebab ilmu ini tidak akan
berhasil bilamana dalam pikiran menyimpan perasaan dendam, apalagi kita belajar
ilmu ini untuk tujuan tidak baik saya yakin tidak akan mencapai tujuannya.
Kendati demikian godaan selalu akan datang seperti, nafsu sek meningkat, ini
alasanya kenapa tidak boleh makan daging kaki empat, dan kita diajurkan tidur
di atas jam 12 malam agar konisi agak lemah sehingga nafsu seks berkurang. Dan
tengah malam tepat jam 12 kita diwajibkan untuk meditasi sambil mencoba melepas
roh dalam dunia leak sama seperti perkumpulan spiritual, pada hari-hari
tertentu pada umumnya KAJENG KLIWON, kaum leak mengadakan “puja bakti” bersama
memuja SIWA, DURGA, BERAWI, biasanya di pura dalem atau di Kuburan (pura
Prajapti) dalam bentuk NDIHAN, bukan kera, anjing, dan lain-lain.
Jadi demikian semeton yang bisa saya
sampaikan, mudah mudahan tulisan ini menambah wawasan di bidang ilmu leak
sehingga besok-besok kita tidak ikut-ikutanan mengatakan LEAK itu jahat YA
SAKTI SANG SAJANA DARMA RAKSAKA, orang yang bijaksana pasti berpegang teguh
pada dharma, dan orang yang berpegang darma sudah pasti bijaksana.
d. Tingkatan Leak Dalam Agama Hindu
Ilmu leak ini bisa dipelajari dari lontar-lontar
yang memuat serangkaian ilmu pengeleakan, antara lain; “Cabraberag, Sampian
Emas, Tangting Mas, Jung Biru”. Lontar - lontar tersebut ditulis pada zaman
Erlangga, yaitu pada masa Calonarang masih hidup. Pada Jaman Raja Udayana yang
berkuasa di Bali pada abab ke 16, saat I Gede Basur masih hidup yaitu pernah
menulis buku lontar Pengeleakan dua buah yaitu “Lontar Durga Bhairawi” dan
“Lontar Ratuning Kawisesan”. Lontar ini memuat tentang tehnik-tehnik Ngereh
Leak Desti.
Selain itu lontar yang bisa dipakai
refrensi diantaranya; “Lontar Tantra Bhairawa, Kanda Pat dan Siwa Tantra”.
Leak mempunyai keterbatasan
tergantung dari tingkatan rohani yang dipelajari. Ada tujuh tingkatan leak.
Leak barak (brahma). Leak ini baru
bisa mengeluarkan cahaya merah api.
Leak bulan, Leak pemamoran, Leak bunga, Leak sari,
Leak cemeng rangdu, Leak siwa klakah. Leak siwa klakah inilah yang tertinggi.
Sebab dari ketujuh cakranya mengeluarkan cahaya yang sesuai dengan kehendak
batinnya.
Di samping itu, ada tingkatan yang mungkin
digolongkan tingkat tinggi seperti Calon Arang, Pengiwa Mpu Beradah, Surya
Gading, Brahma Kaya, I Wangkas Candi api, Garuda Mas, Ratna Pajajaran, I Sewer
Mas, Baligodawa, Surya Mas, Sanghyang Aji Rimrim.
Dalam gegelaran Sanghyang Aji
Rimrim, memang dikatakan segala Leak kabeh anembah maring Sang Hyang Aji
Rimrim, Aji Rimrim juga berbentuk Rerajahan. Bila dirajah pada kayu Sentigi
dapat dipakai penjaga (pengijeng) pekarangan dan rumah, palanya sarwa
bhuta-bhuti muang sarwa Leak kabeh jerih.
Disamping itu, ada sumber yang
mengatakan ilmu leak mempunyai tingkatan. Tingkatan leak paling tinggi menjadi
bade (menara pengusung jenasah), di bawahnya menjadi garuda, dan lebih bawah
lagi binatang-binatang lain, seperti monyet, anjing ayam putih, kambing, babi betina
dan lain-lain. selain itu juga dikenal nama I Pudak Setegal (yang terkenal
cantik dan bau harumnya), I Garuda Bulu Emas, I Jaka Punggul dan I Pitik Bengil
(anak ayam yang dalam keadaan basah kuyup).
Dari sekian macam ilmu Pengleakan,
ada beberapa yang sering disebut seperti
Bajra Kalika yang mempunyai sisya
sebanyak seratus orang,
Aras Ijomaya yang mempunyai prasanak
atau anak buah sebanyak seribu enam ratus orang. Di antaranya adalah I Geruda
Putih, I Geringsing, I Bintang Sumambang, I Suda Mala, Pudak Setegal, Belegod
Dawa, Jaka Tua, I Pering, Ratna Pajajaran, Sampaian Emas, Kebo Komala, I
Misawedana, Weksirsa, I Capur Tala, I Anggrek, I Kebo Wangsul, dan I Cambra
Berag. Disebutkan pula bahwa ada sekurang-kurangnya empat ilmu bebai yakni I
Jayasatru, I Ingo, Nyoman Numit, dan Ketut Belog. Masing-masing bebai mempunyai
teman sebanyak 27 orang. Jadi secara keseluruhan apabila dihitung maka akan ada
sebanyak 108 macam bebai.
Di lain pihak ada pula disebutkan
bermacam-macam ilmu pengLeakan seperti :
Aji Calon Arang, Ageni Worocana,
Brahma Maya Murti, Cambra Berag, Desti Angker, Kereb Akasa, Geni Sabuana,
Gringsing Wayang, I Tumpang Wredha, Maduri Geges, Pudak Setegal, Pengiwa
Swanda, Pangenduh, Pasinglar, Pengembak Jalan, Pemungkah Pertiwi, Penyusup Bayu,
Pasupati Rencanam, Rambut Sepetik, Rudra Murti , Ratna Geni Sudamala, Ratu
Sumedang, Siwa Wijaya, Surya Tiga Murti, Surya Sumedang, Weda Sulambang Geni,
keputusan Rejuna, Keputusan Ibangkung buang, Keputusan tungtung tangis,
keputusan Kreta Kunda wijaya, Keputusan Sanghyang Dharma, Sang Hyang Sumedang,
Sang Hyang Surya Siwa, Sang Hyang Geni Sara, Sang Hyang Aji Kretket, Sang Hyang
Siwer Mas, Sang Hyang Sara Sija Maya Hireng, dan lain-lain yang tidak diketahui
tingkatannya yang mana lebih tinggi dan yang mana lebih rendah.Hanya mereka
yang mempraktekkan ilmu-ilmu tersebut yang mengetahuinya.
Tingkatan Leak pun sebenarnya sangat
banyak. Namun karena suatu kerahasiaan yang tinggi, jadinya tidak banyak orang
yang mengetahui. Mungkin hanya sebagian kecil saja dari nama-nama tingkatan
tersebut sering terdengar, karena semua ini adalah sangat rahasia. Dan
tingkatan-tingkatan yang disampaikan pun kadangkala antara satu perguruan
dengan perguruan yang lainnya berbeda. Demikian pula dengan penamaan dari
masing-masing tingkatan ada suatu perbedaan. Namun sekali lagi, semuanya tidak
jelas betul, karena sifatnya sangat rahasia, karena memang begitulah hukumnya.
Setiap tingkat mempunyai kekuatan
tertentu. Di sinilah penganut leak sering kecele, ketika emosinya labil. Ilmu tersebut
bisa membabi buta atau bumerang bagi dirinya sendiri. Hal inilah membuat
rusaknya nama perguruan. Sama halnya seperti pistol, salah pakai berbahaya.
Makanya, kestabilan emosi sangat penting, dan disini sang guru sangat ketat
sekali dalam memberikan pelajaran.
Selama ini leak dijadikan kambing
hitam sebagai biang ketakutan serta sumber penyakit, atau aji ugig bagi
sebagian orang. Padahal ada aliran yang memang spesial mempelajari ilmu hitam
disebut penestian. Ilmu ini memang dirancang bagaimana membikin celaka, sakit,
dengan kekuatan batin hitam. Ada pun caranya adalah dengan memancing kesalahan
orang lain sehingga emosi. Setelah emosi barulah dia bereaksi.
Emosi itu dijadikan pukulan balik
bagi penestian. Ajaran penestian menggunakan ajian-ajian tertentu, seperti aji
gni salembang, aji dungkul, aji sirep, aji penangkeb, aji pengenduh, aji teluh
teranjana. Ini disebut pengiwa (tangan kiri). Kenapa tangan kiri, sebab setiap
menarik kekuatan selalu memasukan energi dari belahan badan kiri.
Pengwia banyak menggunakan
rajah-rajah ( tulisan mistik) juga dia pintar membuat sakit dari jarak jauh,
dan “dijamin tidak bisa dirontgen dan di lab” dan yang paling canggih adalah
cetik ( racun mistik). Dan aliran ini bertentangan dengan pengeleakan, apabila
perang beginilah bunyi mantranya, "ong siwa gandu angimpus leak, siwa
sumedang anundung leak, mapan aku mapawakan ……….."
Yang paling canggih adalah cetik
(racun mistik). Aliran ini bertentangan dengan pengeleakan. Apabila perang,
beginilah bunyi mantranya; ong siwa gandu angimpus leak, siwa sumedang anundung
leak, mapan aku mapawakan segara gni………..…
Ilmu Leak ini sampai saat ini masih
berkembang karena pewarisnya masih ada, sebagai pelestarian budaya Hindu di
Bali dan apabila ingin menyaksikan leak ngendih datanglah pada hari Kajeng
Kliwon Enjitan di Kuburan pada saat tengah malam.
NGEREH DAN NGELEAK RITUAL MAGIS
DALAM AGAMA HINDU
Oleh:
Kelompok Agama Hindu Kelas C/II :
Ni Putu Indah Karunia Dewi
1311031062
Kadek
Somarasih
1311031022
Ni Nyoman Sri Tri
Nadi
1311031016
I Gusti Ayu Priyanitha
Prawini
1311031028
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2014
1. Apa itu Ngereh dan Ngeleak?
Ngereh” artinya proses perubahan
wujud dari manusia menjadi Leak. Leak desti adalah wujud siluman jahat (setan).
Desti adalah perwujudan binatang siluman manusia dalam bentuk binatang yang
aneh dan seram.Ngereh merupakan suatu prosesi ritualmistik yang dilakukan
di kuburan pada tengah malam dan merupakan tahapan akhir dari proses
sakralisasi petapakan Ida Bhatara Rangda atau Barong Landung. Beberapa
lontar yang memuat isi tentng ngereh diantarannya adalah Lontar Canting Mas
(Informasi dari Ida Pedanda Bang Buruan pada majalah taksu, 196 th 2007), Widhi
Sastra dan Ganapati Tatwa dan lontar pengerehan. Upacara ini biasanya dilakukan
pada dua tempat yaitu di pura dan di kuburan. Apabila dilakukan di kuburan yang
dianggap tenget (angker), maka diperlukan tiga tengkorak manusia yang berfungsi
sebagai alas duduk bagi yang memundut (mengusung). Begitu pula bila dilakukan
di pura maka tengkorak manusia dapat diganti dengan kelapa gading muda. Untuk
menjadi Pengereh diperlukan kesiapan mental, keberanian dan kebersihan pikiran
dan badan serta yang paling penting adalah lascarya (pasrah, tulus, ikhlas).
Gegodan (gangguan niskala) mulai mengetes keteguhan hati pengereh, apakah dia
akan bisa bertahan dan berhasil atau malah kabur yang berarti gagal. maka
keberhasilannnya adalah ditandai dengan adanya gulungan api, atau tiga
bola api yang datang menghampiri kemudian masuk ke petapakan Ida Betara Rangda.
Leak merupakan suatu ilmu kuno yang
diwariskan oleh leluhur Hindu di Bali. Kata leak sudah mendarah daging di benak
masyarakat hindu di Bali atau asal Bali yang tinggal di perantauan sebab
kata-kata ini sangat sering kita dengar dan membuat bulu kuduk merinding atau
hanya sekedar ga berani keluar malam gara-gara kata “leak" ini.Begitu juga
keributan sering terjadi antar tetangga gara-gara seorang nenek di sebelah
rumah di tuduh bisa ngeleak. Bahkan bayi menangis tengah malam, yang mungkin
kedinginan atau perut kembung yang tidak di ketahui oleh ibunya, juga
tuduhannya pasti “amah leak” apalagi kalau yang bilang balian sakti (paranormal).Asumsi
kita tentang leak paling-paling rambut putih dan panjang, gigi bertaring, mata
melotot, dan identik dengan wajah seram. Hal inilah yang membuat kita semakin
tajam mengkritik leak dengan segala sumpah serapah, atau hanya sekedar berpaling
muka bila ketemu dengan orang yang bisa ngeleak.Secara umum leak itu tidak
menyakiti, leak itu proses ilmu yang cukup bagus bagi yang berminat. Karena
ilmu leak juga mempunyai etika-etika tersendiri. Yang menyakiti itu ilmu teluh
atau nerangjana, inilah ilmu yang bersifat negatif, khusus untuk menyakiti
orang karena beberapa hal seperti balas dendam, iri hati, ingin lebih unggul,
ilmu inilah yang disebut pengiwa. Ilmu pengiwa inilah yang banyak berkembang di
kalangan masyarakat seringkali dicap sebagai ilmu leak.Tidak gampang
mempelajari ilmu leak. Dibutuhkan kemampuan yang prima untuk mempelajari ilmu
leak. Dulu ilmu leak tidak sembarangan orang mempelajari, karena ilmu leak
merupakan ilmu yang cukup rahasia sebagai pertahanan serangan dari musuh. Orang
Bali Kuno yang mempelajari ilmu ini adalah para petinggi-petinggi raja disertai
dengan bawahannya. Tujuannya untuk sebagai ilmu pertahanan dari musuh terutama
serangan dari luar. Orang-orang yang mempelajari ilmu ini memilih tempat yang
cukup rahasia, karena ilmu leak ini memang rahasia. Jadi tidak sembarangan
orang yang mempelajari. Namun zaman telah berubah otomatis ilmu ini juga
mengalami perubahan sesuai dengan zamannya. Namun esensinya sama dalam
penerapan.Pada dasarnya ilmu leak adalah “ilmu kerohanian yang bertujuan
untuk
mencari
pencerahan lewat aksara suci”.Dalam aksara Bali tidak ada yang disebut dengan
leak, yang ada adalah “Lia Ak yang berarti lima aksara (memasukkan dan
mengeluarkan kekuatan aksara dalam tubuh melalui tata cara tertentu). Kekuatan
aksara ini disebut “Panca Gni Aksara”, siapapun manusia yang mempelajari
kerohanian merek apapun apabila mencapai puncaknya dia pasti akan mengeluarkan
cahaya (aura).Cahaya ini bisa keluar melalui lima pintu indra tubuh; telinga,
mata, mulut, ubun-ubun, serta kemaluan. Pada umumya cahaya itu keluar lewat
mata dan mulut, sehingga apabila kita melihat orang ngelekas di kuburan atau
tempat sepi, api seolah-olah membakar rambut orang tersebut.Orang yang
kebetulan melihatnya tidak perlu waswas. Bersikap sewajarnya saja. Kalau takut
melihat, ucapkanlah nama nama Tuhan. Endih ini tidak menyebabkan panas. Dan
endih tidak bisa dipakai untuk memasak karena sifatnya beda. Endih leak
bersifat niskala, tidak bisa dijamah.Pada prinsipnya ilmu leak tidak
mempelajari bagaimana cara menyakiti seseorang, yang di pelajari adalah
bagaimana dia mendapatkan sensasi ketika bermeditasi dalam perenungan aksara
tersebut. Ketika sensasi itu datang, maka orang itu bisa jalan-jalan keluar
tubuhnya melalui “ngelekas” atau ngerogo sukmo. kata “Ngelekas” artinya
kontraksi batin agar badan astral kita bisa keluar, ini pula alasannya orang
ngeleak apabila sedang mempersiapkan puja batinnya di sebut “angeregep
pengelekasan”.Sampai di sini roh kita bisa jalan-jalan dalam bentuk cahaya yang
umum disebut “ndihan” bola cahaya melesat dengan cepat. Ndihan adalah bagian
dari badan astral manusia yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu dan pelaku
bisa menikmati keindahan malam dalam dimensi batin yang lain.dalam dunia
pengeleakan ada kode etiknya,tidak sembarangan berani/boleh keluar dari tubuh
kasar kalau tidak ada kepentingan mendesak, sehingga tidak semua orang bisa
melihat ndihan.tidak boleh masuk atau dekat dengan orang mati, orang ngeleak
hanya main2 di kuburan (pemuhunan) apabila ada mayat baru, anggota leak wajib
datang ke kuburan untuk memberikan doa agar rohnya mendapat tempat yang baik
sesuai karmanya, begini bunyi doanya leak memberikan berkat, "ong, gni
brahma anglebur panca maha butha, anglukat sarining merta, mulihankene kite
ring betara guru, tumitis kita dadi manusia mahutama, ong rang sah, prete
namah.." sambil membawa kelapa gading untuk dipercikkan sebagai tirta.
Ditinjau dari sumber ilmunya ada 2
jenis ilmu leak:
Leak Panugerahan adalah kemampuan spiritual yang diberikan oleh
Tuhan sebagai gift (hadiah lahir) karena yang bersangkutan memiliki karma yang
sangat baik dalam kehidupan sebelumnya. Orang yg menguasai Leak Panganugerahan
mampu menghidupkan sinar Tuhan dlm tubuhnya yg diistilahkan dgn “api” dan mampu
memadamkannya dengan unsur-unsur cair yg ada dalam tubuhnya juga. Biasanya
unsur-unsur cair ini akan keluar dalam bentuk ludah/air liur/dahak. Dia juga
mampu menyatukan unsur bhuana alit (tubuh manusia) dgn bhuana agung (alam
semesta). Dengan demikian yang mampu menguasai semua makhluk-mahluk halus
(jin, setan,dll) yg ada di dalam tubuh manusia dan di alam semesta dalam
genggamannya. dan sekali yang menerima anugrah tersebut melanggar aturan atau
berbuat diluar kebajikan, maka semua ilmunya akan sirna dan hidupnya pasti
menderita. Sehingga apapun yang akan dilakukannya berkaitan dengan ilmu leak,
selalu minta ijin terlebih dahulu dari Sesuhunannya atau paling tidak
mengadakan pemberitahuan (matur piuning).
Leak Papalajahan adalah kemampuan yg didapat dengan cara belajar
baik dengan meditasi, tapa semadhi atau yoga atau belajar dari guru. orang yg
menguasai Leak Papalajahan hanya mampu menghidupkan api saja tanpa mampu
memadamkannya. Dia juga tdk mampu menguasai makhluk-mahluk halus yg ada di alam
semesta dalam dirinya, tapi bisa memerintahkan mereka dgn jalan memberikan
seperangkat sesajen tertentu utk menyenangkan makhluk-makhluk halus, karena
sesajensesajen ini adalah makanan buat mereka.Dalam sebuah tayangan episode
televisi ada seorang praktisi leak yang mencoba menghapus kesan buruk ilmu leak
dengan menayangkan prosesi nglekas. Dinyatakan di sana bahwa kru televisi dari
luar Bali pada ketakutan dan menjauh dari sang praktisi karena melihat
perubahan wujud menjadi sangat menyeramkan. Padahal dari rekaman video
perubahan wujud itu tidak tampak sama sekali. Hanya dari beberapa bagian tubuh
sang praktisi mengeluarkan cahaya terang, terutama mulut dan ubun-ubun,
sedangkan dari telapak tangan keluar asap putih. Itu bedanya mata manusia yang
memiliki sukma dan mata teknologi (kamera).
Bagaimanakah upacara ngereh itu?
Banyak upacara agama yang dilakukan
oleh umat Hindu di Bali. Salah satu upacara agama yang dilaksanakan adalah
upacara ngereh atau pengerehan yang lazim dilakukan oleh masyarakat dalam
rangka menghidupkan sesuatu yang ada hubungannya dengan wahana atau petapakan
Ida Betara Rangda di Pura. Dalam ajaran Agama Hindu di Bali sarat dengan lokal
genius yang berdasarkan sastra-sastra Agama, termasuk diantaranya ngereh.
Upacara ngereh ini tidak dapat dinikmati dalam setiap waktunya, namun upacara
ini hanya diadakan apabila dilakukan perbaikan terhadap tapel (topeng) ataupun
mengganti tapel (topeng) dengan yang baru.
Banyak orang yang tidak memahami
arti dari upacara ngereh yang dilaksanakan. Tidak jarang umat yang berasal dari
agama lain akan mengnggap upacara ngereh yang dilakukan adalah upacara yang
seram. Banyaknya salah presepsi terhadap upacara ngereh ini, terkadang membuat
banyak umat lain yang mencemooh. Ngereh sebenarnya bukanlah hal yang aneh
ataupun seram. Ngereh dilaksanakan jika ada hubungannya dengan membuat ataupun
memperbaiki tapel (topeng) Ida Bhatara Rangda, Barong, ataupun Ratu Gede.
Bali memang tidak bisa lepas dari
upacara keagamaan yang dilakukan masyarakatnya, sehingga menambah kemagisan
pulau ini, begitu halnya dengan upacara ngereh atau pengerehan yang lazim
dilakukan oleh masyarakat dalam rangka menghidupkan sesuatu yang ada
hubungannya dengan wahana atau petapakan Ida Betara Rangda di Pura. Dalam
ajaran Agama Hindu di Bali sarat dengan lokal genius yang berdasarkan
sastra-sastra Agama, termasuk diantaranya ngereh. Dalam lontar Kanda Pat,
ngereh atau pengerehan erat kaitannya dengan Petapakan Ida Betara Rangda yang
berupa benda yakni tapel rangda (topeng rangda).
Sedangkan ngerehan rangda sesuai
dengan Lontar Pengerehan, Kanda Pat, bahwa ngerehang rangda mempunyai
kekhususan sendiri. Sebab ini berhubungan dengan sifat magis yang dimiliki oleh
rangda itu sendiri, karena rangda merupakan simbol rajas (emosi) yang penuh
dengan nafsu untuk menguasai. Dalam lontar Calonarang, rangda artinya janda
yang memiliki nafsu tak terbendung atau kemarahan yang tak tertahankan karena
dendam. Rangda sendiri merupakan sifat manusia yang tidak pernah puas dengan
apa yang dimilikinya sehingga menyebabkan gejolak dalam diri kita sebagai
manusia.
Ngereh merupakan suatu
prosesi ritual mistik yang dilakukan di kuburan pada tengah malam dan
merupakan tahapan akhir dari proses sakralisasi petapakan Ida Bhatara Rangda
atau Barong Landung. Atau tahapan akhir dari proses sakralisasi setelah
memperbaiki petapakan yang lama atau rusak. Beberapa lontar yang
memuat isi tentng ngereh diantarannya adalah Lontar Canting Mas (Informasi dari
Ida Pedanda Bang Buruan pada majalah taksu, 196 th 2007), Widhi Sastra dan
Ganapati Tatwa dan lontar pengerehan. Lontar-lontar tersebut ternyata
memberikan penjelasan mengenai ngereh atau kerauhan dalam perspektif yang luas,
sehingga menimbulkan kesan bahwa ngereh hanyalah prosesi mistik yang sangat
rahasia.
Disebut rahasia sebab dilakukan di
kuburan tengah malam, hal ini merupakan pengertian ngereh yang sempit yang
hidup dan berkembang dalam benak masyarakat Hindu Bali. Ngereh biasanya
berhubungan dengan Upacara Sakral berupa : Pasupati, Ngatep dan Mintonin.
Ngereh artinya memusatkan pikiran, dengan mengucapkan mantra dalam hati, sesuai
dengan tujuan yang bersangkutan. Pasupati artinya kekuatan dari Dewa Siwa.
Ngatep artinya mempertemukan dan Mintonin adalah bahasa Jawa Kuna yang artinya
menampakkan diri. Dipilihnay setra atau kuburan karena kuburan merupakan tempat
pemujaan terhadap Dewi Durga Bhirawi (Dewanya kuburan sesuai dengan Lontar
Bhairawi Tatwa), yang merupakan perwujudan dari Dewi Durga. Dalam mitologinya,
Dewa Siwa berubah wujud untuk menemui saktinya Dewi Durga (berupa rangda),
sehingga memunculkan beberapa kekuatan yang menyeramkan untuk menguasai dunia.
Inilah alasannya kenapa setra dipakai sebagai tempat ngerehang Barong Landung
atau Rangda. Karena penuh dengan kekuatan gaib atau Black Magic,
sehingga dalam ngerehang ini jika sudah mencapai puncaknya maka ia akan hidup,
setelah hidup, rangda akan memanggil anak-anak buahnya berupa leak atau makhluk
lainnya.Tengetnya setra seperti yang tercantum pada Lontar Kala Maya Tattwa.
Dalam prosesi Ngereh Petapakan Ida
Betara Rangda diperlukan tiga tingkatan upakara seperti ;
1.
Prayascita dan Mlaspas
Tujuan dari upacara ini adalah
untuk menghapuskan noda, baik yang bersifat sekala maupun niskala yang ada pada
kayu dan benda lain yang digunakan untuk pembuatan Petapakan Betara Rangda.
Noda ini dapat saja ditimbulkan oleh sangging (seni ukir) ataupun bahan itu
sendiri. Dengan Upacara Prayascitta diharapkan kayu atau bahan itu menjadi
bersih dan suci serta siap untuk diberikan kekuatan. Upakara tersebut
dihaturkan kehadapan Sang Hyang Surya, Sang Hyang Siwa dan Sang Hyang
Sapujagat.
2.
Ngatep dan Pasupati,
Ngatep dan Pasupati dapat dilakukan
oleh Pemangku (orang suci) dan Sangging (seni ukir). Dengan upacara ini
terjadilah proses Utpeti (kelahiran) terhadap Petapakan Betara Rangda. Mulai
saat itu dapat difungsikan sebagai personifikasi dari roh atau kekuatan gaib
yang diharapkan oleh penyungsungnya (Pemujanya).
3.
Masuci dan Ngerehin.
Tingkat Masuci dan Ngrehin,
merupakan tingkat upacara yang terakhir dengan maksud Betara Rangda menjadi
suci, keramat dan tidak ada yang ngeletehin (menodai). Tujuan upacara adalah
untuk memasukkan kekuatan gaib dari Tuhan.
Dengan demikian diharapkan Petapakan
Betara Rangda mampu menjadi pelindung yang aktif. Upacara ini biasanya
dilakukan pada dua tempat yaitu di pura dan di kuburan. Apabila dilakukan di
kuburan yang dianggap tenget (angker), maka diperlukan tiga tengkorak manusia
yang berfungsi sebagai alas duduk bagi yang memundut (mengusung). Begitu pula
bila dilakukan di pura maka tengkorak manusia dapat diganti dengan kelapa
gading muda. Upacara ini biasanya dilakukan pada tengah malam terutama pada
hari-hari keramat seperti hari kajeng kliwon menurut kalender Bali.
“Pada hari pengerehan tersebut, juru
pundut yang kasudi (ditugaskan) atau ditunjuk dilakukan upacara sakral di Pura
Dalem. Setelah itu ngiderang (mengelilingi) gedong Pura Dalem sebanyak tiga
kali. Kemudian juru pundut tersebut menghaturkan sembah kepada Ratu Gede
Penyarikan, Mrajapati. Proses ini berlangsung sekitar jam dua puluh dua tiga
puluh menit (jam 22.30 ) malam.
Pada tengah malam sekitar jam dua
puluh tiga, tiga puluh menit (jam 23.30) malam, barulah Petapakan Ida Betara
Rangda diikuti oleh para damuh (masyarakat penyungsung) menuju ke setra
(kuburan) untuk upacara ngereh. Di sana telah disediakan banten (sesajen).
Semua banten (sesajen) tersebut diastawa (dipuja) oleh jero mangku (orang
suci). Di tempat tersebut ditancapkan sebuah sanggah cucuk (tempat sesajen dari
pohon bambu) yang berisi sesajen sakral. Sedang Ida Betara Rangda diletakkan
diatas gegumuk (gundukan tanah).
Pemundut kemudian duduk bersimpuh di
hadapan banten (sesajen) dan prerai (muka topeng) Petapakan Ida Betara Rangda.
Duduk bersimpuh dimana kedua lututnya beralaskan pala walung (tengkorak
manusia), dan satu lagi di bagian pantatnya. Mencakupkan tangan memegang
kuangen (sarana bunga), ngulengang kayun (konsentrasi) kehadapan Ida Betara
Durga. Dihadapannya diletakkan sebuah pengasepan (tempat api). Setelah itu
areal tempat ngerehan dikosongkan dari orang termasuk pemangku (orang suci).
Untuk menjadi Pengereh diperlukan
kesiapan mental, keberanian dan kebersihan pikiran dan badan serta yang paling
penting adalah lascarya (pasrah, tulus, ikhlas). Tidak boleh sesumbar atau
menambah serta melengkapi diri dengan kekuatan-kekuatan lainnya seperti :
sesabukan (Jimat kesaktian). Adanya benda-benda asing di luar kekuatan asli
yang berada di badan akan mengganggu masuknya kekuatan Ida Bhatara.
Orang yang ditugaskan ngereh duduk
berhadapan dengan Petapakan Ida Betara Randa. Lidah Petapakan Ida Betara Rangda
dilipat ke atas kepalanya. Diantara orang yang ngereh dengan Petapakan Ida
Betara Rangda itu ditempatkan upakara, yang pokok adalah getih temelung (darah
dari babi jantan) yang ditaruh pada takir (daun pisang). Pengereh bersemedi, sedangkan
rekan-rekannya yang lain berjaga-jaga di sekitar setra (kuburan). Malampun
bertambah larut ditambah dengan semua lampu harus dimatikan sehingga suasana
magis mulai terasa.
Gegodan (gangguan niskala) mulai mengetes keteguhan hati pengereh, apakah dia akan bisa bertahan dan berhasil atau malah kabur yang berarti gagal. Beberapa jenis gegodan, antara lain :
1) Semut yang mengerubuti sekujur tubuh pengereh dan
semut ini besar-besar, jika tidak tahan maka pengereh akan menggaruk-garuk
seluruh tubuhnya maka gagallah dia.
2) Nyamuk yang menggigit serta menyengat muka sampai
terasa sakit, rasa-rasanya muka akan hancur, jika tidak tahan pengereh akan
mengusap atau menepuk-menepuk mukanya dan gagallah dia.
3) Ular besar yang melintasi paha pengereh bergerak
perlahan yang terasa geli, dingin dan mengerikan. Jika pengereh geli, ketakutan
maka gagallah dia.
4) Celeng (babi) yang datang menguntit pantat pengereh
yang sedang khusuknya bersemedi jika takut dan merasa terusik, gagallah si
pengereh itu.
5) Angin semilir yang membawa Aji sesirep, jika tidak
waspada akhirnya ketiduran, gagallah dia.
6) Kokok ayam dan galang kangin (bahasa bali) artinya
suasana hari mendekati pagi diiringi dengan ayam berkokok, jika Pengereh
terpengaruh dan menghentikan semedi karena merasa hari sudah pagi, maka
gagallah dia.
7) “Bikul nyuling” (tikus meniup seruling)
menggoda, sehingga membuat si pengereh tertawa karena lucu melihat tikus meniup
seruling, maka gagallah dia.
8) “Talenan (alas untuk memotong daging) bersama
blakas (pisau besar)” yang datang dengan bunyi….tek….tek….tek….dan akan melumat
si pengereh, langsung dicincang. Kalau sudah seperti ini si pengereh harus
kabur menyelematkan diri, karena kehadiran talenan bersama blakas ini adalah
ciri kegagalan.
9) Kedengaran bunyi gemerincing…..cring…….cring,
cring,cring,cring, kalau sudah begini berarti sudah gagallah prosesi ngereh
ini, dan si pengereh tidak perlu lagi melanjutkan dan harus secepatnya angkat
kaki menyelematkan diri. Hal ini menandakan akan hadir Banaspati Raja (Raja hantu)
ancangan (anak buah) Ida Betara Bairawi yang berkuasa di Setra (kuburan).
Mengenai 9 jenis gegodan (gangguan)
itu tidak terjadi sekaligus kesembilannya pada saat ritual ngereh. Gangguan
(gegodan) yang terjadi bisa 1 atau 2 atau 3 atau 4 dan seterusnya tergantung
situasi dan kondisi serta keberadaan si pengereh, kelengkapan upacara dan
kemungkinan penyebab lainnya.
Menurut Drs. I Made Karda, M.Si yang
juga sebagai tukang menarikan rangda pada tulisannya di majalah Taksu
169 Thun 2007 menjelaskan bahwa Ngereh lebih dekat dengan kata
kerauhan atau kesurupan, yang artinya kemasukan roh manifestasi Tuhan. Mereka
akan menggeraklan tubuhnya sesuai dengan kekuatan yang menempatinya.
Bagaimanakah Upacara Ngeleak itu?
Kata Pengiwa berasal dari bahasa
jawa kuno; yang asal katanya kiwa dalm bahasa Jawa Kuno yang artinya kiri;
kiwan; sebelah kiri, Ngiwa = Nyalanang aji wegig (menjalankan aliran kiri),
seperti ; pengeleakan penestian, Menggal Ngiwa = nyemak (melaksanakan) gegaen
dadua (pekerjaan kiri dan kanan).Pengertian Kiwa dan Tengen artinya ilmu hitam
dan ilmu putih, Ilmu Hitam disebut juga ilmu pengeleakan, tergolong aji wegig.
Aji berarti ilmu, Wegig berarti begig yaitu suatu sifat yang suka mengganggu
orang lain. Karena sifatnya negatif, maka ilmu itu sering disebut “ngiwa”.
Ngiwa berarti melakukan perbuatan kiwa alias kiri.Aji Penengen (Ilmu putih)
sangat bertentangan dengan ilmu hitam. Ilmu putih sebagai lawannya, yang
disebut pula ilmu penangkal leak yang bisa dipakai untuk memyembuhkan orang
sakit karena diganggu leak, sebab aji usadha berhaluan kanan, disebut haluan
“tengen” berarti kanan. Ilmu putih ini mengandung ilmu “kediatmika”.Leak Desti
yang merupakan bagian dari Ilmu Pengiwa dari jaman dulu kala sudah menjadi
fenomena yang tak pernah sirna dimakan jaman, keberadaannya dari dulu menjadi
momok yang menakutkan masyarakat. Leak Desti adalah perwujudan ilmu leak
tingkat paling bawah yaitu perwujudannya bisa berbentuk binatang. adapun nama –
nama yang sangat popular adalah:
Lelakut yaitu sejenis kadal yang besar
berbadan hitam loreng-loreng, berkepala manusia berwajah seram dan hitam,
rambutnya terurai, taringnya panjang, giginya runcing, matanya lebar dan
menyala keluar api berwarna hijau, mempunyai ekor panjang warnannya loreng
hitam putih.
Bebae yaitu sejenis binatang kambing
berbulu putih mulus, mempunyai telinga panjang menjulur kebawah sampai menyentuh
tanah.
Leak Desti ini sasarannya adalah
orang-orang yang penakut sehingga kalau orang yang ketakutan ini melihat leak
Desti maka ia akan lari terbirit-birit dan bisa terjatuh dan pada saat jatuh
itulah maka Leak Desti ini akan menyerang dan akan mengisap darah orang yang
terjatuh tadi.Disamping orang yang ketakutan juga bisa disasar anak-anak
kecil terutama bayi-bayi sehingga bayi-bayi itu bisa menangis terus-menerus dan
tidak mau menyusu pada ibunya dan lama-lama sampai anak kecil tersebut jatuh sakit.
Leak Desti ini di Bali ada penangkalnya yaitu melalui orang-orang Wiku yaitu
orang yang sudah menguasai ilmu pengobatan yang disebut ilmu Usada Bali
(pengobatan tradisional Bali).“Ngereh” artinya proses perubahan wujud dari
manusia menjadi Leak. Leak desti adalah wujud siluman jahat (setan). Desti
adalah perwujudan binatang siluman manusia dalam bentuk binatang yang aneh dan
seram.
Adapun Tehnik Ngereh Leak Desti
tersebut adalah sebagai berikut : Dalam ajaran Agama Hindu mengenal tiga
Kerangka Dasar yaitu:
Tatwa berarti orang yang menjalankan
ilmu pengeleakan harus menyadari tentang ajarannya.
Etika berarti orang yang menjalankan
ilmu pengeleakan pasti akan melaksanakan mengenai tehnik-tehnik tingkah
lakunya.
Upakara berarti orang yang
menjalankan ilmu pengeleakan sudah tentunya melaksanakan upakara-upakara
seperti menghaturkan sesajen (banten dalam bahasa bali) sebagai sarana upakara.
Sebelum Ngereh (proses perubahan
wujud) menjadi Leak Desti, orang yang menjalankan pengeleakan terlebih dahulu
melaksanakan beberapa tahapan kegiatan dengan melakukan berbagai permohonan.
Adapun tahapan-tahapan kegiatan ngereh tersebut adalah sebagai berikut :
Memasang pasirep yaitu mengeluarkan
ilmu kesaktian agar semua mahluk hidup yang ada di sekitarnya semuannya
tertidur lelap.Mencari tempat ngereh yaitu mencari tempat yang paling strategis
dan aman seperti misalnya di Kuburan, pada perempatan jalan, atau bisa di sawah
yang penting tempat tersebut sepi.Mempersiapkan upakara berupa sarana banten yang
berkaitan dengan ilmu pengeleakan.Melakukan permohonan-permohonan agar proses
ngereh dapat berlangsung sesuai dengan yang diinginkan kepada Tuhan dalam
segala bentuk menifestasinya yaitu :
Pertama mohon kepada yang bernama
Butha Peteng (perwujudan unsur alam gelap) untuk memagari tempatnya agar siapa
yang lewat supaya tidak melihat, dilanjutkan kemudian dengan memasang ilmu
pengreres (ilmu penakut) agar yang lewat menjadi ketakutan.
Kedua mohon kepada yang bernama
Butha Keridan (perwujudan unsur alam terbalik) agar pengelihatan orang bisa
terbalik yaitu yang di atas bisa terlihat di bawah.
Ketiga secara berturut-turut mohon
kepada yang bernama Sang Kala Jingkrak, Butha Lenga, Butha Ringkus, Butha
Jengking dan terakhir mohon kepada yang bernama sang Butha Kapiragan, agar
segala permohonannya bisa terkabul.Sang Kala Jingkrak, Butha Lenga, Butha
Ringkus, Butha Jengking dan Butha Kapiragan adalah nama-nama Butha Kala yang
menguasai Ilmu Pengleakan.
Keempat setelah proses permohonan
selesai, dilanjutkan dengan kegiatan muspa (sembahyang) dengan posisi badan
terbalik yang dilanjutkan dengan nengkleng (berdiri dengan kaki satu) berjalan
nengkleng mengitari "sanggah cucuk" (tempat menaruh sesajen yang terbuat
dari batang bambu), sesuai dengan tingkat ilmunya dengan posisi putaran
berjalan nengkleng kearah kiri.
Dengan melalui ngereh tersebut
diatas maka orang yang menguasai ilmu pengeleakan bisa berubah wujud sesuai
tingkat ilmu pengeleakan yang dikuasainya yaitu kalau tingkat Desti maka orang
tersebut bisa berubah wujud menjadi binatang yang aneh-aneh dan seram,setelah
menguasai Ilmu Pengiwa Leak Desti, penekun akan dengan mudah membuat sarana
pengleakan yang biasa di gunakan oleh pengikut aliran kiri ini. Sarana tersebut
seperti :
“Pengasren” (semacam pelet), yakni
sarana magis agar orang yang bersangkutan menjadi kelihatan selalu cantik dan
tampan, awet muda dan mempunyai daya pikat yang tinggi. Dengan sarana tersebut
orang akan mudah dapat memikat lawan jenis yang dikehendakinya.
“Pengeger” (semacam penglaris) yang
dapat menyebabkan si pemakai menjadi laris dalam berdagang atau berusaha,
dengan harapan si pemakai menjadi semakin kaya.
“Pengasih-asih”, yakni sarana yang
dapat membuat orang menjadi jatuh cinta kepada orang yang menggunakan sarana
tersebut. Atau dapat pula disebut dengan sarana guna-guna. Seperti misalnya :
guna lilit, guna jaran guyang, guna tuntung tangis, dan lain-lain macamnya.
“Penangkeb”, yakni sarana gaib atau
mistis agar orang lain atau orang banyak menjadi tunduk. Dengan demikian orang
tersebut dapat mengendalikan, mengarahkan, menguasai, atau menyetir orang lain
atau orang banyak sesuai dengan keinginannya. Orang yang telah terkena ilmu
penangkeb tak ubahnya seperti kerbau yang dicocok hidungnya, sehingga akan
menjadi penurut sesuai perintah atau keinginan dari orang yang mengenakan ilmu
penangkeb.
“Pepasangan”, yakni sarana yang
ditanam pada tempat tertentu oleh orang yang bisa melakukan pengiwa. Tujuannya
adalah untuk mengenai korbannya sesuai dengan yang diingini si pemasang. Dapat
berupa sarana tulang manusia yang dibungkus, atau berupa bubuk tulang yang
ditaburkan pada pekarangan rumah orang yang akan dijadikan korban. Dengan
adanya pepasangan itu menjadikan situasi rumah tersebut menjadi agak lain, agak
seram, penghuninya sakit-sakitan, sering cekcok, dan lain-lain.
“Sesawangan”, yakni kemampuan
seseorang yang mempraktekkan ilmu pengiwa hanya dengan membayangkan wajah atau
hanya nama dari calon korban. Sesawangan juga disebut dengan umik-umikan atau
acep-acepan atau doa-doa. Dengan kemampuan ini seseorang yang melaksanakannya
dapat mencapai korbannya, walaupun dia bersembunyi di balik dinding beton yang
tebal dan kuat. Adanya ilmu ini makanya sering kita mendengar kalimat seperti
berikut : “walaupun engkau berlindung di dalam gedong batu yang terkunci rapat,
aku akan dapat mencapaimu”. Mungkin ilmu sesawanganlah yang digunakan orang
tersebut.
“Ilmu Cetik” (racun) merupakan cara
meracun orang atau korban. Ada cetik sekala dan ada cetik niskala. Cetik sekala
diartikan bahwa meracun dengan menggunakan sarana tertentu yang tampak nyata,
seperti cetik gringsing, cetik cadang galeng, cetik kerikan gangsa, dan
lain-lain. Kemudian cetik niskala adalah meracun korban atau orang dengan
sarana yang tidak kelihatan. Cetik ini hanya mampu dilakukan oleh orang yang
memiliki ilmu Leak yang sudah tinggi. Hanya dengan memandangi makanan atau
minuman saja, maka korbannya akan menjadi sakit seperti yang dikehendaki. Jadi
boleh dibilang cetik ini tanpa memerlukan sarana, karena tidak
kelihatan.Kewisesan yang diporolehnya kemudian disebarluaskan secara rahasia
dengan menggunakan sarana seperti mas, mirah, tembaga, kertas merajah, dan
lain-lain. Ada pula dalam bentuk bebuntilan (bungkusan kecil yang berisikan
sarana tertentu). Si pemakai pengiwa tersebut juga diberikan rerajahan ongkara
sungsang (ongkara terbalik) pada lidah, gigi, kuku, atau bagian tubuh tertentu
lainnya. Atau ada pula penggunaan pengiwa dengan jalan maled (menelan sarana
yang diberikan oleh gurunya). Sarana pengiwa tersebut dibakar sebelumnya,
kemudian abunya dibungkus dengan buah pisang mas, dan kemudian ditelan. Setelah
itu didorong masuk ke dalam tubuh dengan menggunakan tirta atau air suci. Dalam
kemajuan teknologi yang berkembang pesat saat ini ternyata di masyarakat masih
mejadi trend penggunaan alat-alat kekebalan dalam berbagai bentuk baik yang
dipakai maupun yang masuk dalam tubuhnya. Adapun fungsi dari alat tersebut
untuk menambah kepercayaan diri agar merasa lebih mampu dibandingkan dengan
yang lainnya. Harus disadari fungsi dari alat ini bagaikan pisau bermata dua.
Kalau tujuanya untuk kepentingan umum dalam hal menolong masyarakat tidak menjadi
masalah. Yang menjadi masalah adalah jika alat itu digunakan untuk pamer dan
menguji orang lain, ini yang sangat riskan. Karena setiap alat yang kita pakai
memiliki kadar tersendiri, tergantung dari sang pembuatnya. Karena ini
berhubungan dengan kekuatan niskala yang berupa panengen dan pengiwa. Atau
dalam istilah lainnya mengandung kekuatan pancaksara maupun dasaksara. Tidak
sembarang orang bisa membuat alat seperti ini apalagi memasangnya karena
berhubungan dengan pengraksa jiwa. Kalau berupa sesabukan (tali pinggang)
menggunakan bahan-bahan tersendiri, berupa biji-bijian seperti kuningan, timah,
perak, bahan panca datu. Ditambah sarana yang lainnya sebagai persyaratannya.
Untuk menghidupkan ini perlu mantra pasupati biar benda tersebut menjadi hidup.
Disinilah kekuatan penengen dan pengiwa berjalan sebagai satu kesatuan yang
menjadi kekuatan panca dhurga. Kalau sabuk pengeleakan lagi berbeda, di
sini kekuatan pengiwa murni dipakai, sehingga yang memakainya akan memasuki
dunia lain, tanpa disadari ia akan berubah secara sikap. Dan kita diolah oleh
alat itu tanpa disadari kita menjadi kehilangan kontrol. Ini yang sangat
berbahaya, jika tidak segera ditolong ia akan terjerumus, disinilah kekuatan
penengen akan berjalan sebagai penetralisir. Di sinilah perlunya kita pemahaman
apa itu penengen dan pengiwa jangan sepengal-sepenggal. Kalau yang
memasukan dalam tubuh juga hampir sama prosesnya dengan yang memakai alat, yang
menjadi perbedaan adalah kalau yang memakai alat berada di luar tubuh dan yang
memasukan berada di dalam tubuh, inipun prosesnya tidak gampang perlu orang
yang tahu untuk memasangnya, memang tubuh menjadi kebal tapi perlu proses.
Tidak langsung jadi. Disinilah kejelian seorang senior terhadap yuniornya
apakah sudah siap secara mental atau tidak. Kalau sudah siap secara mental maka
akan cepat benda itu bereaksi dan bisa dikontrol oleh dirinya sendiri, jika
tidak akan sebaliknya akan membahayakan dirinya sendiri. Karena alat-alat yang
dipasang akan menjadi energi. Di sinilah muncul keegoissan kita jika sudah
merasa hebat seolah-olah kita yang paling unggul di antara orang lain, padahal
kita tahu ilmu seperti ini sangat banyak. Pengendalian diri sangat penting
untuk membawa hal yang positif bagi kita sendiri, jangan terjebak oleh
keinginan sesaat. Tapi sebaiknya kita gunakan alat-alat itu untuk kepentingan
yang lebih baik seperti untuk jaga diri.
Untuk mendapatkan ilmu tersebut,
harus mengadakan upacara yang disebut madewasraya. Apabila ingin menggunakan
pangiwa, supaya dapat sakti dan manjur, mujarab dan digjaya, terlebih dahulu
harus menyucikan diri. Setelah itu tatkala malam diadakannya madewasraya dahulu
di kayangan pangulun setra (pura yang ada di dekat kuburan), memohon anugrah
kehadapan Hyang Nini Betari Bagawati atau Ida Betari Durga Dewi. Adapun
sarananya:
1. Daksina 1 buah
2. Uang kepeng sebanyak 17.000
3. Ketupat 2 kelan (1 kelan = 6
biji)
4. Arak & brem
5. Ketan hitam
6. Canang 11 biji
7. Canang tubungan, burat wangi lenga
wangi, nyanyah (goreng tanpa minyak) gagringsingan, geti-getih (darah), dan biu
mas (pisang kecil yang biasanya dipakai untuk membuat canang) kemudian
dipersembahkan secara niskala. Setelah itu bersila di depan paryangan,
bersemadi dan tidak lupa dengan dupa menyan astanggi, heningkan batin. Kemudian
ucapkan mantra:
“Om Ra Nini Batari Bagawati, turun ka Bali; ana wang
mangkana; aminta kasih ring Paduka Batari, sira nunas turun ka mrecapada. Ana
wang mangkana anunas kasaktian, manusa kabeh ring Bagawati, Sang Hyang Guru
turun ka mrecapada. Ana wang manusa angawe Batara kabeh, turun ka Bali Sang
Hyang Bagawati. Ana buta wilis, buta abang, ana buta jenar, ana buta ireng, ana
buta amanca warna, mawak I Kalika, ya kautus antuk Batari Bagawati, teka welas
asih ring awak sarinankune, pakulun Paduka Bagawati. Om Mam Am Om Mam, ana
Paduka Batara Guru, teka welas asih, Bagawati manggih ring gedong kunci manik,
teka welas asih ring awak sarinanku”.
Apabila sudah berhasil mendapatkan
ilmu gaib tersebut, maka ada aturan yang harus dipatuhi. Orang yang memiliki
ilmu gaib tersebut akan digjaya tidak terkalahkan, tidak bisa diungguli, dan
semua akan tunduk kepadanya. Apabila mampu merahasiakannya, maka dalam 100 kali
kelahiran akan menemui kebahagiaan dan kebebasan tertinggi. Dan bila meninggal
dapat kembali ke sorga Brahmaloka, Wisnuloka, dan Iswaraloka. Tetapi bila
ketahuan, apalagi sampai suka membicarakan, menyebarluaskan, dan tidak mampu
merahasiakannya, maka dalam 1000 kali kelahiran akan menemui hina, neraka, disoroti
oleh masyarakat, dan sudah pasti terbenam dalam kawah neraka Si Tambra Goh
Muka.
c. Bagaimanakah proses belajar Nge-Leak
?
Pada dasarnya ilmu ini sangat rumit
dan rahasia sekali, jarang seorang guru mau dengan terang-terangan memberikan
ilmu ini dengan cuma-cuma. Sebelum seorang belajar ilmu leak terlebih dahulu
harus diketahui otonan orang tersebut (hari lahir versi Bali) hal ini sangat
penting, karena kwalitas dari ilmu yang dianut bisa di ketahui dari otonanya,
sang guru harus hati-hati memberikan pelajaran ini kalau tidak murid akan
celaka oleh ilmu tersebut. Setelah diketahui barulah proses belajar di mulai,
pertama-tama murid harus mewinten Brahma widya, dalam bahasa lontar
“Ngerangsukan Kawisesan”, dan hari baik pun tentunya dipilih oleh sang
guru.Tahap dasar murid diperkenalkan dengan Aksara Wayah atau Modre. Selajutnya
murid di “Rajah” (ditulis secara spiritual) seluruh tubuh oleh sang guru, hal
ini di lakukan di Kuburan pada saat kajeng kliwon nyitan.
Selesai dari proses ini barulah sang
murid sah diajarkan oleh sang guru, ada 5 sumpah yang dilakukan di kuburan :
hormat dan taat dengan ajaran yang
di berikan oleh guru
Selalu melakukan ajapa-ajapa dan
menyembah SIWA Dan DURGA dalam bentuk ilmu kawisesan,
tidak boleh pamer kalau tidak
kepepet, selalu menjalankan darma,
tidak boleh makan daging kaki empat,
tidak boleh bersetubuh ( zina)
tidak boleh menyakiti atau dengan
carapapun melalui ilmu yang kita pelajari.
Di Bali yang namanya Rangda selalu
indentik dengan wajah seram, tapi di jawa di sebut Rondo berarti janda, inilah
alasanya kenapa dahulu para janda lebih menguasai ilmu pengeleakan ini dari
pada laki-laki, dikarenakan wanita lebih kuat nahan nafsu... Pada dasarnya
kalau boleh saya katakan ilmu ini berasal dari tanah Jawa, campuran aliran Siwa
dan Budha, yang di sebut dengan “Bajrayana”.
adapun tingkat pelajarannya adalah:
Tingkat satu kita diajari bagaimana
mengendalikan
Tingkat dua kita diajarkan
Visualisasi, dalam ajaran ini disebut "Ninggalin Sang Hyang Menget"
Tingkat tiga kita diajar bagaimana
kita melindungi diri dengan tingkah laku yang halus serta tanpa emosi dan
dendam, di ajaran ini di sebut "Pengraksa Jiwa”.
Tingkat empat kita di ajar kombinasi
antara gerak pikiran dengan gerak tubuh, dalam bahasa yoga disebut Mudra. mudra
ini berupa tarian jiwa akhirnya orang yang melihat atau yang nonton di bilang
"Nengkleng” (berdiri dengan kaki satu). Mudra yang kita pelajari persis
seperti tarian siwa nata raja. Tingkat empat barulah kita diajar Meditasi,
dalam ajaran pengeleakan disebut "Ngeregep”, yaitu duduk bersila tangan
disilangkan di depan dada sambil mengatur pernafasan sehingga pikiran kita
tenang atau “Ngereh” dan “Ngelekas”.
Tingakat lima kita di ajarkan
bagaimana melepas roh ( Mulih Sang Hyang Atma ring Bayu, Sabda lan Idep)
melalui kekluatan pikiran dan batin dalam bahasa sekarang disebut Levitasi,
berada di luar badan. Pada saat levitasi kita memang melihat badan kita
terbujur kaku tanpa daya namun kesadaran kita sudah pindah ke badan halus, dan
di sinilah orang disebut berhasil dalam ilmu leak tersebut, namun..ini cukup
berbahaya kalau tidak waspada dan kuat iman serta mental kita akan keliru,
bahkan kita bisa tersesat di alam gaib. Makanya kalau sampai tersesat dan lama
bisa mati, ini disebut “mati suri”, maka Bhagawadgita benar sekali, (apapun yang
kamu ingat pada saat kematian ke sanalah kamu sampai... dan apapun yang kamu
pikirkan begitulah jadinya)
Tentu dalam pelajaran2 ini sudah
pasti dibutuhkan ketekunan, puasa, berbuat baik, sebab ilmu ini tidak akan
berhasil bilamana dalam pikiran menyimpan perasaan dendam, apalagi kita belajar
ilmu ini untuk tujuan tidak baik saya yakin tidak akan mencapai tujuannya.
Kendati demikian godaan selalu akan datang seperti, nafsu sek meningkat, ini
alasanya kenapa tidak boleh makan daging kaki empat, dan kita diajurkan tidur
di atas jam 12 malam agar konisi agak lemah sehingga nafsu seks berkurang. Dan
tengah malam tepat jam 12 kita diwajibkan untuk meditasi sambil mencoba melepas
roh dalam dunia leak sama seperti perkumpulan spiritual, pada hari-hari
tertentu pada umumnya KAJENG KLIWON, kaum leak mengadakan “puja bakti” bersama
memuja SIWA, DURGA, BERAWI, biasanya di pura dalem atau di Kuburan (pura
Prajapti) dalam bentuk NDIHAN, bukan kera, anjing, dan lain-lain.
Jadi demikian semeton yang bisa saya
sampaikan, mudah mudahan tulisan ini menambah wawasan di bidang ilmu leak
sehingga besok-besok kita tidak ikut-ikutanan mengatakan LEAK itu jahat YA
SAKTI SANG SAJANA DARMA RAKSAKA, orang yang bijaksana pasti berpegang teguh
pada dharma, dan orang yang berpegang darma sudah pasti bijaksana.
d. Tingkatan Leak Dalam Agama Hindu
Ilmu leak ini bisa dipelajari dari
lontar-lontar yang memuat serangkaian ilmu pengeleakan, antara lain;
“Cabraberag, Sampian Emas, Tangting Mas, Jung Biru”. Lontar - lontar tersebut
ditulis pada zaman Erlangga, yaitu pada masa Calonarang masih hidup. Pada Jaman
Raja Udayana yang berkuasa di Bali pada abab ke 16, saat I Gede Basur masih
hidup yaitu pernah menulis buku lontar Pengeleakan dua buah yaitu “Lontar Durga
Bhairawi” dan “Lontar Ratuning Kawisesan”. Lontar ini memuat tentang
tehnik-tehnik Ngereh Leak Desti.
Selain itu lontar yang bisa dipakai
refrensi diantaranya; “Lontar Tantra Bhairawa, Kanda Pat dan Siwa Tantra”.
Leak mempunyai keterbatasan
tergantung dari tingkatan rohani yang dipelajari. Ada tujuh tingkatan leak.
Leak barak (brahma). Leak ini baru
bisa mengeluarkan cahaya merah api.
Leak bulan, Leak pemamoran, Leak bunga, Leak sari,
Leak cemeng rangdu, Leak siwa klakah. Leak siwa klakah inilah yang tertinggi.
Sebab dari ketujuh cakranya mengeluarkan cahaya yang sesuai dengan kehendak
batinnya.
Di samping itu, ada tingkatan yang
mungkin digolongkan tingkat tinggi seperti Calon Arang, Pengiwa Mpu Beradah,
Surya Gading, Brahma Kaya, I Wangkas Candi api, Garuda Mas, Ratna Pajajaran, I
Sewer Mas, Baligodawa, Surya Mas, Sanghyang Aji Rimrim.
Dalam gegelaran Sanghyang Aji
Rimrim, memang dikatakan segala Leak kabeh anembah maring Sang Hyang Aji
Rimrim, Aji Rimrim juga berbentuk Rerajahan. Bila dirajah pada kayu Sentigi
dapat dipakai penjaga (pengijeng) pekarangan dan rumah, palanya sarwa
bhuta-bhuti muang sarwa Leak kabeh jerih.
Disamping itu, ada sumber yang
mengatakan ilmu leak mempunyai tingkatan. Tingkatan leak paling tinggi menjadi
bade (menara pengusung jenasah), di bawahnya menjadi garuda, dan lebih bawah
lagi binatang-binatang lain, seperti monyet, anjing ayam putih, kambing, babi
betina dan lain-lain. selain itu juga dikenal nama I Pudak Setegal (yang
terkenal cantik dan bau harumnya), I Garuda Bulu Emas, I Jaka Punggul dan I
Pitik Bengil (anak ayam yang dalam keadaan basah kuyup).
Dari sekian macam ilmu Pengleakan,
ada beberapa yang sering disebut seperti
Bajra Kalika yang mempunyai sisya
sebanyak seratus orang,
Aras Ijomaya yang mempunyai prasanak
atau anak buah sebanyak seribu enam ratus orang. Di antaranya adalah I Geruda
Putih, I Geringsing, I Bintang Sumambang, I Suda Mala, Pudak Setegal, Belegod
Dawa, Jaka Tua, I Pering, Ratna Pajajaran, Sampaian Emas, Kebo Komala, I
Misawedana, Weksirsa, I Capur Tala, I Anggrek, I Kebo Wangsul, dan I Cambra
Berag. Disebutkan pula bahwa ada sekurang-kurangnya empat ilmu bebai yakni I
Jayasatru, I Ingo, Nyoman Numit, dan Ketut Belog. Masing-masing bebai mempunyai
teman sebanyak 27 orang. Jadi secara keseluruhan apabila dihitung maka akan ada
sebanyak 108 macam bebai.
Di lain pihak ada pula disebutkan
bermacam-macam ilmu pengLeakan seperti :
Aji Calon Arang, Ageni Worocana,
Brahma Maya Murti, Cambra Berag, Desti Angker, Kereb Akasa, Geni Sabuana,
Gringsing Wayang, I Tumpang Wredha, Maduri Geges, Pudak Setegal, Pengiwa
Swanda, Pangenduh, Pasinglar, Pengembak Jalan, Pemungkah Pertiwi, Penyusup
Bayu, Pasupati Rencanam, Rambut Sepetik, Rudra Murti , Ratna Geni Sudamala,
Ratu Sumedang, Siwa Wijaya, Surya Tiga Murti, Surya Sumedang, Weda Sulambang
Geni, keputusan Rejuna, Keputusan Ibangkung buang, Keputusan tungtung tangis,
keputusan Kreta Kunda wijaya, Keputusan Sanghyang Dharma, Sang Hyang Sumedang,
Sang Hyang Surya Siwa, Sang Hyang Geni Sara, Sang Hyang Aji Kretket, Sang Hyang
Siwer Mas, Sang Hyang Sara Sija Maya Hireng, dan lain-lain yang tidak diketahui
tingkatannya yang mana lebih tinggi dan yang mana lebih rendah.Hanya mereka
yang mempraktekkan ilmu-ilmu tersebut yang mengetahuinya.
Tingkatan Leak pun sebenarnya sangat
banyak. Namun karena suatu kerahasiaan yang tinggi, jadinya tidak banyak orang
yang mengetahui. Mungkin hanya sebagian kecil saja dari nama-nama tingkatan
tersebut sering terdengar, karena semua ini adalah sangat rahasia. Dan
tingkatan-tingkatan yang disampaikan pun kadangkala antara satu perguruan
dengan perguruan yang lainnya berbeda. Demikian pula dengan penamaan dari
masing-masing tingkatan ada suatu perbedaan. Namun sekali lagi, semuanya tidak
jelas betul, karena sifatnya sangat rahasia, karena memang begitulah hukumnya.
Setiap tingkat mempunyai kekuatan
tertentu. Di sinilah penganut leak sering kecele, ketika emosinya labil. Ilmu
tersebut bisa membabi buta atau bumerang bagi dirinya sendiri. Hal inilah
membuat rusaknya nama perguruan. Sama halnya seperti pistol, salah pakai
berbahaya. Makanya, kestabilan emosi sangat penting, dan disini sang guru
sangat ketat sekali dalam memberikan pelajaran.
Selama ini leak dijadikan kambing
hitam sebagai biang ketakutan serta sumber penyakit, atau aji ugig bagi
sebagian orang. Padahal ada aliran yang memang spesial mempelajari ilmu hitam
disebut penestian. Ilmu ini memang dirancang bagaimana membikin celaka, sakit,
dengan kekuatan batin hitam. Ada pun caranya adalah dengan memancing kesalahan
orang lain sehingga emosi. Setelah emosi barulah dia bereaksi.
Emosi itu dijadikan pukulan balik
bagi penestian. Ajaran penestian menggunakan ajian-ajian tertentu, seperti aji
gni salembang, aji dungkul, aji sirep, aji penangkeb, aji pengenduh, aji teluh
teranjana. Ini disebut pengiwa (tangan kiri). Kenapa tangan kiri, sebab setiap
menarik kekuatan selalu memasukan energi dari belahan badan kiri.
Pengwia banyak menggunakan
rajah-rajah ( tulisan mistik) juga dia pintar membuat sakit dari jarak jauh,
dan “dijamin tidak bisa dirontgen dan di lab” dan yang paling canggih adalah
cetik ( racun mistik). Dan aliran ini bertentangan dengan pengeleakan, apabila
perang beginilah bunyi mantranya, "ong siwa gandu angimpus leak, siwa
sumedang anundung leak, mapan aku mapawakan ……….."
Yang paling canggih adalah cetik
(racun mistik). Aliran ini bertentangan dengan pengeleakan. Apabila perang,
beginilah bunyi mantranya; ong siwa gandu angimpus leak, siwa sumedang anundung
leak, mapan aku mapawakan segara gni………..…
Ilmu Leak ini sampai saat ini masih
berkembang karena pewarisnya masih ada, sebagai pelestarian budaya Hindu di
Bali dan apabila ingin menyaksikan leak ngendih datanglah pada hari Kajeng
Kliwon Enjitan di Kuburan pada saat tengah malam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar