Kamis, 07 Januari 2016

Agama Hindu (P.A.)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.        Latar Belakang
Pada belakangan ini sering terjadi berbagai peristiwa yang bertentangan dengan ajaran agama yang dilakukan oleh manusia. Ini menandakan bahwa manusia telah lupa akan jati dirinya yang sesungguhnya berasal dari Tuhan yang maha kekal dan abadi. Dengan jalan mengikatkan diri kembali kepada-Nya, maka manusia akan menemukan kembali dirinya, menemukan kebahagiaan dan kebenaran. Bagaimana caranya agar manusia itu dapat mengikatkan dirinya kembali dengan asalnya itu? Caranya adalah dengan memeluk  suatu Agama dan melakukan ajaran-Nya. Didalam ajaran agama inilah akan diketemukan cara-cara bagaimana agar kita dapat menyatu kembali dengan-Nya.
Kata Agama berasal dari bahasa sansekerta, yang terdiri dari dua suku kata yaitu a dan gam. A berarti tidak, sedangkan gam mengandung arti pergi (lawan datang). Sehingga a + gam berarti tidak pergi, diam atau datang. Dengan ditambah akhiran a, maka agama yang berarti kedatangan. Kedatanga apa atau siapa? Dalam hal (agama) ini adalah kedatangan wahyu atau sabda Tuhan. Sabda tuntunan dan penjelasan untuk hidup bagi umat manusia dalam mencari kebahagiaan, kedamaian dan kebenaran di dunia ini (Wiratmadja, 1989:4).
Ajaran agama dalam Hindu didasarkan pada kitab suci atau susastra suci keagamaan yang disusun dalam masa yang amat panjang dan berabad-abad, yang mana di dalamnya memuat nilai-nilai spiritual keagamaan berikut dengan tuntunan dalam kehidupan di jalan dharma. Di antara susastra suci tersebut, Weda merupakan yang paling tua dan lengkap, yang diikuti dengan Upanishad sebagai susastra dasar yang sangat penting dalam mempelajari filsafat Hindu. Sastra lainnya yang menjadi landasan penting dalam ajaran Hindu adalah Tantra, Agama dan Purana serta kedua Itihasa (epos), yaitu Ramayana dan Mahabharata. Bhagawadgita adalah ajaran yang dimuat dalam Mahabharata, merupakan susastra yang dipelajari secara luas, yang sering disebut sebagai ringkasan dari Weda.
Dalam mempelajari Weda, mungkin pertanyaan inilah yang pertama-tama timbul dalam pikiran “Apakah itu Veda?”. Satu-satunya pemikiran yang secara tradisional  yang kita miliki adalah yang mengatakan bahwa Weda adalah kitab suci agama Hindu. Apabila yang kita maksudkan kitab suci maka Weda adalah merupakan buku atau kitab, kita tidak membicarakan isinya, kita hanya melihat wujudnya. Buku itu berisikan tulisan-tulisan, disusun rapi, ada penulisnya, ada pemikirannya dan ada pula isinya berupa ajaran-ajaran. Buku adalah benda atau barang cetakan, tetapi tidak semua barang cetakan atau buku dapat kita namakan Weda.
Kebanyakan umat Hindu di Indonesia tidak pernah membaca kitab suci Weda, karena disamping tidak tersedianya kitab-kitab tersebut di toko-toko buku atau perpustakaan, juga akibat sulitnya memahami isinya. Mereka hanya tahu bahwa kitab sucinya adalah Weda. Tentang apa isi dari kitab suci tersebut kebanyakan umat Hindu tidak tahu. Yang mereka tahu hanyalah isi kitab Bhagawadgita, Sarasamuscaya, epos Mahabharata dan Ramayana, serta beberapa isi Lontar yang banyak di tulis para Rsi atau Mpu pada jaman Majapahit.
Seperti halnya setiap ajaran agama memberikan tuntunan untuk mencapai kesejahtraan dan kebahagiaan umat manusia lahir dan batin dan diyakini pula bahwa ajaran agama itu bersumber pada kitab suci, demikian pula umat Hindu yakin bahwa kitab sucinya itu merupakan wahyu atau sabda Tuhan Yang Maha Esa yang disebut Sruti yang artinya yang didengar. Veda sebagai himpunan sabda atau wahyu berasal dari Apauruseyam (bukan dari purusa atau manusia), sebab para rsi penerima wahyu berfungsi hanya sebagai instrumen (sarana) dari Tuhan untuk menyampaikan ajaran suci-Nya (Ngurah,2006:37).
Kata Veda bearasal dari urat kata kerja ‘Vid’ yang artinya mengetahui dan veda berarti pengetahuan, dalam pengertian simantik veda berarti pengetahuan suci, kebenaran sejati, pengetahuan tentang ritual,  kebijaksanaan yang tertinggi, pengetahuan spiritual sejati tentang kebenaran abadi, ajaran suci atau kitab suci sumber ajaran agama hindu (Titib,2011:17). Kitab suci Weda diterima langsung oleh Para Maharsi yang dikenal dengan sebutan Sapta Rsi. Ketujuh Maharsi  itu ialah maharsi Grtsamada, Wiswamitra, Wamadewa, Atri, Bharadwaja, Wasistha, dan Maharsi Kanwa. 
Setiap agama mempunyai kitab suci, isi kitab ini adalah wahyu dari Tuhan. Demikian pula kitab suci umat Hindu, terdiri atas beberapa kelompok kitab yang memiliki nilai sendiri-sendiri. Kitab suci agama Hindu dibagi berdasarkan tafsir yang dimasukkan kedalamnya, terdiri atas dua kelompok besar, yaitu kelompok kitab suci Veda dan kelompok Nibanda. Kitab suci Veda dianggap lebih murni daripada Nibanda (Wiratmadja, 1989:40).
Secara umum, Veda dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kitab Sruti dan kelompok kitab Smrti.  Kitab suci Sruti di anggap lebih bernilai dari pada kitab suci Veda Smrti. Dari kitab suci Veda Sruti ini yang paling tinggi nilainya adalah kitab Catur Veda, yang terdiri atas Rg Veda, Yajur Veda, Sama Veda dan Atarwa Veda. Sedangkan kitab suci Veda Smrti berasal dari kata smr berarti yang diingat atau tradisi. Yang tergolong kitab Smrti adalah kitab-kitab yang tidak memuat wahyu Tuhan, melainkan kitab yang ditulis berdasarkan pemikiran dan renungan manusia, seperti misalnya kitab tentang ilmu astronomi, ekonomi, politik, kepemimpinan, tata negara, hukum, sosiologi, dan sebagainya. Kitab-kitab smrti merupakan penjabaran moral yang terdapat dalam kitab Sruti. Kitab Smrti terbagi atas dua kelompok besar, yaitu kelompok kitab suci Vedangga dan kelompok kitab Upaveda.
Kelompok Vedangga terdiri atas 6 buah kelompok (Sad Vedangga), yakni kitab Siksa, Wyakarana, Nirukta, jyotisa, Chanda dan Kalpa. Kalpa merupakan kelompok Wedangga (Sadangga) yang terbesar dan penting. Menurut jenis isinya, Kalpa terbagi atas beberapa bidang, yaitu bidang Srauta Sutra, bidang Grihya Sutra, bidang Dharma Sutra, dan bidang Sulwa Sutra. Sedangkan kitab Upaveda terdiri atas 7 kelompok, yaitu kitab Itihasa, Purana, Arthasastra, Ayurveda, Gandharwaveda, Kamasastra dan Agama.
a.    Itihasa merupakan kelompok kitab jenis epos, wiracarita atau cerita tentang kepahlawanan. Ada dua buah kitab Itihasa yang paling terkenal yaitu Ramayana dan Mahabharata. Ditinjau dari arti Itihasa (berasal dari kata Iti, ha dan asa artinya adalah sesungguhnya kejadian itu begitulah nyatanya).
b.    Purana itu terdiri dari 18 buah, yaitu Purana, Bhawisya Purana, Wamana Purana, Brahma Purana, Wisnu Purana, Narada Purana, Bhagawata Purana, Garuda Purana, Padma Purana, Waraha Purana, Matsya Purana, Kurma Purana, Lingga Purana, Siwa Purana, Skanda Purana dan Agni Purana.
c.    Arthasastra Isinya merupakan pokok-pokok pemikiran ilmu politik sebagai cabang ilmu (Nitisastra atau Rajadharma atau pula Dandaniti). Ada beberapa buku yang dikodifikasikan ke dalam jenis ini adalah kitab Usana, Nitisara, Sukraniti dan Arthasastra.
d.   Ayur Weda adalah kitab yang menyangkut bidang kesehatan jasmani dan rohani dengan berbagai sistem sifatnya. Ayur Weda adalah filsafat kehidupan, yang membahas tentang ilmu pengobatan.
e.    Gandharwaweda adalah kitab yang membahas berbagai aspek cabang ilmu seni. Ada beberapa buku penting yang termasuk Gandharwaweda ini adalah Natyasastra (yang meliputi Natyawedagama dan Dewadasasahasri), Rasarnawa, Rasaratnasamuscaya, Sangitaratnakara dan lain-lain.
f.       Kamasastra sebenarnya tergolong ilmu seni, tetapi lebih menjelaskan tentang kebutuhan duniawi.
g.      Kitab Upaweda Agama ini terdiri atas 3 kelompok, ialah Upaweda Agama Waisnawa, Siwaisme dan Saktisme.
Selain kitab-kitab tersebut, umat Hindu khususnya di Bali dan di Indonesia pada umumnya juga memiliki Lontar-lontar sebagai pegangan hidup bermasyarakat. Dimana lontar-lontar tersebut juga ajarannya bersumber dari Veda yang didalamnya terkandung nilai-nilai tatwa dan etika, yaitu seperti Bhuwana kosa, Ganapati tattwa, Jnana sidhanta, Bhuana Sangksepa, Sanghyang Mahajnana, Tattwa Jnana, Wrhaspati tattwa, Sarassamuscaya, Slokantara dan masih banyak lontar-lontar yang lainnya.


1.2.       Rumusan Masalah
1.    Bagaimanakah Sejarah Agama Hindu ?
2.    Apakah Veda itu ?
3.    Siapakah Dewa-Dewa dalam Catur Veda ?
4.    Bagaimana cara belajar Veda yang gampang dan tepat ?

1.3.        Tujuan
1.    Untuk mengetahui Sejarah Agama Hindu.
2.    Untuk mengetahui Veda.
3.    Untuk mengetahui Dewa-Dewa dalam Catur Veda.
4.    Untuk mengetahui cara belajar Veda yang gampang dan tepat.














BAB II
PEMBAHASAN


2.1         Sejarah Agama Hindu
Agama Hindu yang kita kenal sekarang, lahir dan berkembang pertama kali di india, yaitu di daerah Punjab (di lembah sungai sindhu) dan dalam perkembanganya sampai kedaerah lembah sungai gangga dan yamuna. Nama Hindu berasal dari kata Sindhu yaitu nama sungai di India barat daya, datanglah bangsa Arya dari daratan Eropa timur Laut ke India. Bangsa ini termasuk dalam ras bangsa Indo Germania. Bangsa Arya adalah pengembara yang masuk ke India melalui celah Kaiber dan Kaiber pass. Bangsa Arya masuk dan menetap di lembah sungai sindhu yang alamnya subur, kedatangan bangsa arya mendesak bangsa dravida yang lebih dulu berada di tempat itu, yang pada perkembanganya selanjutnya mereka berbaur dan menurunkan bangsa india yang sekarang, teori masuknya agama hindu dari india ke Indonesia yang dianggap paling realistis adalah gabungan antara teori Brahmana, teori Dagang dan teori Ksatria, dimana ketika para Brahmana  berlayar dari India menuju Indonesia mengajak brahmana untuk memimpin upacara keagamaan untuk memohon keselamatan baik di perjalanan maupun di tempat tujuan. Sedangkan tugas para ksatria adalah untuk mengawal kapal-kapal dari para perampok.
Kapan dan siapa yang pertama kali mengembangkan agama Hindu di Indonesia? Berdasarkan data-data yang ada, diperkirakan Maharsi Agastya, yang berasal dari India selatan sebagai orang pertama yang mengajarkan dan mengembangkan agama Hindu di Indonesia. Beliaulah yang kemudian dikenal sebagai Aji Saka. Pada waktu itu agama Hindu milai dianut oleh penduduk di pulau Sumatra, Kalimantan, Jawa dan Bali. Kemudian meluas ke pulau-pulau lainnya di seluruh Nusantara ini.

2.1.1   Kerjaan Hindu di Indonesia
1.             Kerajaan Kutai di Jawa Timur
Kerajaan Kutai terletak di Kalimantan Timur di hulu sungai Mahakam. Sekitar abad ke-4 Masehi. Kutai di perintah oleh seorang raja bernama Aswawarman yang merupakan Putra dari Kudungga. Nama kerajaan tersebut di sesuaikan dengan daerah tempat di temukan Prasasti yaitu Kutai. Di kutai di temukan 7 buah Prasasti yang berbentuk Yupa.


2.             Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat
Agama Hindu sudah berkembang di pulau Jawa diperkirakan pada abad ke-5.
Hal ini dibuktikan oleh 7 buah prasasti, lima diantaranya ditemukan di daerah Bogor, seperti Prasasti Ciaruteun, Kebon kopi, Jambu, Pasir Awi dan Muara Ciaten. Satu Prasasti di temukan di Desa Tugu, Tanjung Priok. Satu lagi di temukan di desa Lebak, Banten Selatan. Prasasti-prasasti tersebut memakai Huruf Pallawa dan Bahasa Sansekerta. Dari keterangan yang terdapat dalam Prasasti tersebut, Raja Purnawarman adalah Raja Tarumanegara yang beragama Hindu. Hal ini di buktikan oleh Prasasti Ciaruteun dekat Bogor yang menyebutkan Purnawarman adalah Raja Gagah berani dan lukisan tapak kakinya di samakan dengan lukisan tapak kaki Dewa Wisnu .

3.             Kerajaan Holing di Jawa Tengah
Sekitar abad ke-6 di Jawa Tengah di temukan Kerajaan Holing dengan Rajanya
seorang wanita yang bernama Ratu Sima sangat adil dan bijaksana. Untuk membuktikan bahwa di jawa tengah pada abad ke-6 telah ada kerajaan Holing dengan di temukannya Prasasti Tukmas. Dalam Prasasti itu di temukan symbol-simbol Agama Hindu seperti Tri Sula, Kendi, Cakra, dan Bunga teratai.

4.             Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah
Kerajaan Mataram Kuno di perintah oleh keluarga Sailendra dan keluarga Sanjaya. Adapun Rajanya yang terkenal adalah Sanjaya. Hal ini terbukti dengan ditemukannya Prasasti Canggal ditulis dengan huruf Pallawa dan Bahasa Sansekerta. Prasasti ini berangka tahun 732 Masehi dengan menyebutkan nama Raja yang memerintah adalah Sanjaya. Sebelum Raja Sanjaya memerintah adalah Raja Sanna. Jadi Raja Sanjaya adalah kemenakan dari Raja Sanna. Setelah Sanjaya memerintah diganti oleh penggantinya dan yang terkenal adalah Rakai.

5.             Kerajaan Hindu di Bali
Perkembangan Agama Hindu di Jawa Timur berpindah ke Bali dengan di temukannya Prasasti Blanjong di sanur dengan Candra Sangkala Khesarawahni-Murti (Murti artinya Bhatara Siwa, Wahni artinya Api dan Khesara artinya Planet). Kesaksian lain adalah lontar di bali yang menyatakan Empu Kurturan sebagai Pembaharu Agama Hindu di bali pada abad ke-11 pada masa pemerintahan Udayana dan penerusnya. Sekte-sekte dapat disatukan, pemujaan melalui Sad Khayangan dan Khayangan Jagat, Khayangan Tiga, Sanggah Kemulan seperti apa yang termuat dalam lontar Usana Dewa. Konsepsi pemujaan kepada Dewa Tri Murti, dan memasyarakatkan desa Pakraman melalui Khayangan Tiga. Sebagai Penghormatan atas jasa beliau dibuatlah pelinggih menjangan salwang di kebanyakan pura di Bali. Tempat moksa beliau didirikanlah pura Silayukti di Padangbai (Karangasem).

2.2         Kitab Suci Agama Hindu
Kitab suci agama Hindu dibagi berdasarkan tafsir yang dimasukkan kedalamnya, terdiri atas dua kelompok besar, yaitu kelompok kitab suci Veda dan kelompok Nibanda. Kitab suci Veda dianggap lebih murni dari pada Nibanda. Kitab suci Nibanda nilai dan kedudukannya adalah paling rendah, artinya apa yang ditulis oleh para maharsi di dalam kitab suci tersebut lebih banyak berupa ulasan dengan sedikit sekali ada unsur wahyunya. Karena itu banyak para ahli yang tidak setuju memasukkan kitab Nibanda ini sebagai kitab suci.

2.2.1   Nibanda
Nibanda adalah kitab suci agama Hindu yang tidak termasuk di dalam kelompok kitab suci Veda. Walaupun demikian isi ajarannya tetap diakui oleh umat Hindu sebagai ajaran yang setaraf dengan isi ajaran kitab suci Veda. Kitab suci ini ditulis oleh para maharshi yang memberikan ulasan dan pandangannya berupa kritik, komentar atau tafsir terhadap apa yang terdapat di dalam kitab suci Veda. Beberapa yang termasuk kitab Nibanda, yaitu Sarasamuscaya, Wamimamsa, Tantra, Brahmasutra, Wedantasutra, Wahya, Uttaramimamsa, dan lain-lainnya. Tiap-tiap kitab tersebut merupakan penjelasan atau uraian dari kitab suci Veda, baik Veda Sruti maupun Veda Smrti.

2.2.2   Veda
Kata Weda dapat dikaji melalui dua pendekatan, yaitu berdasarkan etimologi  (akar katanya) dan berdasarkan semantik (pengertiannya). Weda sebagai wahyu yang diturunkan Agama Hindu, secara etimologi berasal dari bahasa Sansekerta, dari akar kata Vid yang berarti mengetahui atau pengetahuan. Secara semantik, Weda berarti kitab suci yang mengandung kebenaran abadi, ajaran suci atau kitab suci bagi umat Hindu. Maharsi Sanaya mengatakan bahwa Weda adalah wahyu Tuhan Yang Maha Esa yang mengandung ajaran yang luhur untuk kesempurnaan umat manusia serta menghindarkannya dari perbuatan jahat (Ngurah, 2006:35).
Veda adalah ilmu pengetahuan suci yang maha sempurna berasal dari Sang Hyang Widhi yang didengarkan oleh Para Maha Rsi melalui pawisik (wahyu), sehingga veda disebut Sruti yang berarti Sabda Suci atau pawisik yang didengarkan sehingga veda itu sebagian besar adalah nyanyian-nyanyian dari Hyang Widhi yang berbentuk puisi, dalam veda disebut Chandra. Orang yang menghayati dan mengamalkan Weda akan mendapatkan kerahayuan atau ketenangan lahir batin.
Winternitz dalam bukunya A History of Indian Literature, volume I (1927) menyatakan bahwa kitab suci Weda adalah monument dan susastra tertua di dunia. Ia menyatakan bila kita ingin mengerti permulaan dari kebudayaan kita yang tertua, kita harus melihat Rg Veda sebagai susastra tertua yang masih terpelihara. Sebab pendapat apapun yang kita miliki mengenai susastra maka dapat dikatakan bahwa Veda adalah susastra timur tertua dan bersama dengan itu merupakan monument susastra dunia tertua. Demikian pula Bloomfield dalam bukunya The Religion of Veda (1908) menyatakan bahwa Rg Veda bukan saja monument tertua tetapi juga dokumen di timur yang paling tua (ngurah, 2006:37). 
Kelompok kitab suci Veda ini dibagi berdasarkan atas penulisannya, yang pertama kitab yang langsung didengar oleh para maharshi berdasarkan wahyu yang diterimanya disebut kitab suci Veda Sruti. Dan yang kedua kitab yang ditulis berdasarkan ingatan dan disertai sedikit tafsir disebut kitab suci Veda Smrti. Tiap Veda ini terdiri atas beberapa mandala, jilid. Sedangka tiap mandala terdiri atas beberapa anuvaka. Dan tiap anuvaka terdiri atas beberapa sukta, dan tiap sukta terdiri atas beberapa mantra atau bait. Demikianlah pembagian dari setiap isi kitab suci Veda, yang pada umumnya ditulis dalam bentuk syair atau puisi.    
Veda Sruti
Kitab Sruti berasal dari akar kata srut yang artinya mendengar. Kitab Sruti menunjukkan bahwa isi kitab itu merupakan wahyu Tuhan Yang Maha Esa yang diturunkan dan diterima secara langsung oleh para Maharsi melalui pendengarannya. Seorang Maharsi disebut Mantradrasta yang artinya karena kesucian diri pribadinya mampu merekam sabda Tuhan Yang Maha Esa yang disebut Apauruseya, atau Tuhan Yang Maha Esa yang bukan berwujud manusia. Kita sering menemukan istilah Sang Hyang Sruti yang maksudnya tidak lain adalah untuk memuliakan kitab suci Veda yang merupakan wahyu Tuhan Yang Maha Esa (Titib,2011:40).  

2.3         Kelompok Kitab Sruti
Kitab suci Veda Sruti terbagi atas tiga kelompok besar, yaitu Veda Sruti Mantra, Brahmana dan Upanishad. Masing-masing bagian Catur Weda memiliki kitab-kitab Brahmana yang isinya adalah penjelasan tentang bagaimana mempergunakan mantra dalam rangkain upacara. Disamping kitab Brahmana, Kitab-kitab Catur Weda juga memiliki Aranyaka dan Upanisad. Kitab Aranyaka  isinya adalah penjelasan-penjelasan terhadap bagian mantra dan Brahmana. Sedangkan kitab Upanisad mengandung ajaran filsafat, yang berisikan mengenai bagaimana cara melenyapkan awidya (kebodohan), menguraikan tentang hubungan Atman dengan Brahman serta mengupas tentang tabir rahasia alam semesta dengan segala isinya. Kitab-kitab brahmana digolongkan ke dalam Karma Kandha sedangkan kitab-kitab Upanishad digolonglan ke dalam Jnana Kanda.

2.3.1   Kitab suci Veda Sruti Mantra
Kitab ini merupakan kitab suci yang paling utama dari ajaran Hindu. Isi kitab ini ditulis dalam bentuk mantra atau syair, penuh dengan mantra nyanyian pujaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kitab suci ini dihimpun menjadi empat kelompok besar atau Samhita, sehingga sering disebut Catur Veda Sruti Mantra Samhita.    
Manu didalam kitab Manawa dharma sastra mengemukakan bahwa Sruti itu, sesungguhnya tidak lain adalah Veda. Menurut arti kata Sruti itu sendiri, kata itu berarti Wahyu. Jadi yang dimaksud dengan Sruti adalah kitab Wahyu Tuhan Yang Maha Esa. Apabila yang dimaksud Sruti itu adalah Veda, maka pada umumnya pengertian Veda itu dibatasi pada pengertian Catur Veda yaitu empat macam Veda yang masing-masingnya dikenal dengan nama Rg Veda, Yajur Veda, Sama Veda, dan Atharwa Veda. (Pudja,1985:39).

a.              Rg Veda
Kata rg atau rig berarti memuji atau mengucapkan. Dalam hal ini adalah mengucapkan mantra suci untuk memuji kebesaran Tuhan. Kitab ini ditukis oleh maharhsi Pulaka, dan kemudian disempurnakan lagi oleh beberapa maharhsi diantaranya maharhsi Wasistha. Isi  dari kitab suci rg veda ini pada umumnya berisi puji pujian terhadap para Dewa.
Para Dewa ini dikelompokkan atas 3 kelompok, terdiri atas kelompok wilayah Bumi, Angakasa dan Surga. Di kelompok Bumi terdapat Dewa Agni, Soma dan Brhaspati. Sedangkan dikelompok Angkasa bersemayam Dewa Indra, Rudra, Apah, Maruta dan lain lain. Dan dikelompok Surga terdapat Dewa Waruna, Surya, Wisnu, Aditya, Aswin dan lain lain.
Rg Veda ini terdiri atas 10 mandala (jilid), 1.028 sukta (bab) dan lebih dari 10.000 mantra (bait). Secara tradisional disebutkan terdapat beberapa resensi tentang Rg Veda namun yang kita warisi kini hanya satu resensi yakni resensi Sakala dan inilah kiranya yang paling lengkap dan bila kita membicarakan Rg Veda yang dimaksud adalah Rg Veda resensi Sakala ini, tidak ada yang lain. Di samping itu terdapat juga resensi lainnya yang disebut Balakhilya terdiri dari 11 Sukta, biasanya disisipkan pada Mandala ke VIII dari resensi Sakala. Di samping itu terdapat juga resensi Baskala yang terdiri dari 36 Sukta pada Rg Veda edisi Aundh yang disebut juga Khilasukta yang dipandang Sukta semu atau tidak asli yang disisipkan pada resensi Sakala. Demikian antara lain penjelasan tentang Rg Veda (Titib. 2011: 91).   

b.             Yajur Veda
Yajur Veda pada umumnya berbentuk prosa dan dirapalkan oleh Adhvaryu, pandita yang ahli atau membidangi Yajur veda yang akan menjelaskan sebuah upacara korban dengan mengambil mantram-mantram Rg veda. Kata Yajus berasal dari akar kata yaj yang artinya pemujaan atau pengorbanan. Seperti halnya kata Rg (Rk) yang berarti lagu pemujaan, demikiannlah kata yajus berkaitan dengan upacara ritual atau prosedur dalam pelaksanaan Yajna.  
Seluruh mantra Yajur veda terdiri dari 1975 mantram yang terbesar ke dalam 40 bab yang disebut Adhyaya. Adhyaya yang terbesar adalah adhyaya XII yang terdiri dari 117 mantram, diikuti oleh adhyaya XVII (99 manram), XXIV (98 mantram), XXXIII (97 mantram), XIX (95 mantram), XX (90 mantram), XI (83 mantram), yang terpendek adalah adhyaya XXXIX terdiri dari 13 mantram diikuti oleh adhyaya XXXII (16 mantram) dan XL yang terdiri dari 17 mantram(Titib,2011:93).
Didalam kitab suci ini memang diuraikan tentang tata cara melaksanakan upacara atau melakukan hubungan dengan Brahman. Kitab suci Yajur Veda ini ada dua jenis yang terkenal, yaitu kitab suci Krsna Yajur Veda yang dihimpun oleh maharhsi Taittiriya dan Sukla Yajur Veda merupakan hasil karya maharhsi Wajasenaya. Tetapi setelah beredar di masyarakat, dalam suatu kurun waktu yang agak panjang, masyarakat menilai bahwa kitab Krsna yajur veda isinya agak kabur dan kurang jelas, serba gelap dan sukar dimengerti. Hal inilah yang menyebabkan masyarakat umum memberi julukan Krsna Yajur Veda atau Yajur Veda Hitam. Lain halnya dengan kitab Sukla Yajur Veda atau disebut juga kitab Yajur Veda Putih yang isinya jelas terang dan mudah untuk memahaminya.   

c.              Sama Veda
Kata sama berarti irama atau lagu suci. Kitab suci ini memuat petunjuk-petunjuk tentang irama yang benar dalam membaca mantra untuk memuja Brahman. Nyanyian yang termemuat dalam kitab ini adalah bentuk gayatri atau kombinasi gayatri dengan jagati. Nyanyian ini biasanya dilakukan oleh para utgatar, yaitu penyanyi resmi keagamaan sewaktu melakukan upacara pemujaan terhadap Brahman atau Tuhan.
Kitab suci ini ditulis oleh maharhsi Jaimini, penulisannya dibagi dua bagian, yaitu Arcika dan Uttaracika. Kitab Arcika terdiri atas mantra-mantra pujaan yang intinya diambilkan dari kitab Rg Veda. Sedangkan kitab Uttaracika merupakan bagian tambahan yang berisi mantra-mantra pelengkap kitab Arcika.
Terdapat 3 resensi sama veda yaitu Kauthumi, Ranayania, dan Jaiminiya. Jaiminiya merupakan yang terpenting,  Kauthumi terdiri dari 2 bagian, bagian mantram dan brahmana. Kitab mantra terdiri dari 2 sub bagian yaitu Purvarcika dan Uttararcika. Seluruh kitab sama veda terdiri dari 1.875 mantram yang hanya 75 buah dari padanya tidak berasal dari rg veda dan sisanya 1.800 adalah diambil dan merupakan pengulangan dari mantra-mantra rg veda (Titib. 2011: 94).

d.             Atharwa Veda
Kata atharwa berarti “seorang purohita” yakni nama seorang Rsi. Mantra-mantra seorang veda di peroleh oleh maharsi bernama Atharvan. Kitab veda ini terdiri dari berbagai macam mantram menunjukan untuk mengusir kejahatan dan kehidupan yang sulit. Dan juga untuk menghancurkan musuh-musuh , mantram-mantram Atharva veda berbuntuk prosa di samping juga berbentuk puisi. Di dalam kitab atharva veda kita menemukan mantram-mantram Devata. Yang tidak di jumpai dalam kitab suci weda yang lain. Mantram-mantram atharva veda terdiri dari mantram untuk memperoleh pengampunan dosa dan karunia dari dewa-dewa dan memohon ampun dan upacara untuk melenyapkan musuh-musuh, mantram pemujaan untuk memohon kemakmuran dibidang pertanian, perdagangan dan aktivitas lainnya yang juga untuk mengembangkan cinta kasih, keharmonisan dan saling pengertian antara suami dan istri, ayah dengan anak-anaknya, guru dengan siswanya.
Aslinya terdapat Sembilan macam resensi tentang atharva veda yang kini masih tersisa hanyalah resensi dari sakha paippalada dan saunaka, Sembilan resensi itu adalah paipalada, danta, pradanta, snata, snauta, brahmadavala, saunaka, devadarsani dan caranavidya. Atharva Veda terdiri dari 5.977 mantra berbentuk puisi tersebar dalam 20 buku (kanda). Tiap  kanda dibagi kedalam lagu pujaan (himne) dan himne di bagi menjadi raca atau mantra/syair (Titib,2011:95).
Isi dari ktab Atarwa Veda ini lebih bersipat keduniawian, lebih menitik beratkan ajaran-Nya pada kesejahtraan dan kedamaian hidup di dunia ini dari pada mengejar kehidupan di sorga loka. Perbedaan lain isi kitab ini dibandingkan dengan kitab suci lainnya adalah isinya yang banyak menyinggung tentang cara pengobatan, menolak bala penyakit dan lain-lain.

2.3.2   Veda Brahmana
Kitab ini berisi uraian tentang tata cara upacara agama Hindu yang dipergunakan sebagai pedoman baku dalam melakukan upacara keagamaan. Kitab ini isinya hanya dikuasai oleh para pendeta yang termasuk dalam warna Brahmana.

2.3.3   Veda Upanisad
Kata Upanisad berasal dari kata upa yang berarti dekat dan ni berarti dibawah, serta sad berarti duduk. Dengan demikian Upanisad berarti duduk di bawah dekat Sang Rhsi untuk mendengarkan upadesa atau ajaran ketuhanan, penderitaan, surga-neraka dan moksa (nala,1989:49).
Upanisad disusun dalam jangka waktu yang panjang, upanisad yang tertua diantaranya Brhadaranyaka Upanisad dan Chandogya Upanisad, diperkirakan disusun pada abad ke delapan sebelum masehi. Merujuk pada Ashtadhyayi yang disusun oleh Maharsi Panini, jumlah upanisad yang ada sebanyak 900. Begitu pula Maharsi Patanjali menyatakan jumlah yang sama. Namun saat ini kebanyakan sudah musnah seiring dengan waktu.
 Kitab-kitab Upanisad diperkirakan muncul setelah kitab-kitab Brahmana yaitu sekitar 800 tahun sebelum Masehi. Jumlahnya amat banyak, lebih dari 200 judul, namun Muktika Upanisad menerangkan jumlahnya 108 buah dan banyak di antaranya berasal dari jaman yang tidak terlalu tua. Upanisad-Upanisad tua dan penting ialah:
v Isa Upanisad
v Kena Upanisad
v Katha Upanisad
v Prasna Upanisad
v Mundaka Upanisad
v Mandukya Upanisad
v Taittiriya Upanisad
v Aitareya Upanisad
v Chandogya Upanisad
v Brhadaranyaka Upanisad
v Kausitaki Upanisad
v Maitrayaniya Upanisad
v SvetasvataraUpanishad
Kitab Veda Upanisad ini kedudukannya disamakan dengan kitab suci Catur Veda. Setiap kitab veda mantra mempunyai ulasan sendiri-sendiri dalam kitab Upanisad ini, disebut kitab Upanisad Rg Veda, Upanisad Yajur Veda, Upanisad Sama Veda dan Upanisad Atharwa Veda.

2.3.4   Bhagavadgita
Kitab Bhagavadgita sebenarnya bukan termasuk kelompok kitab suci Veda. Tetapi karena isinya merupakan ajaran yang langsung dari Bhatara Krsna yang dianggap penjelmaan Tuhan ke dunia ini, maka kitab ini dimasukkan kedalam kelompok Veda Sruti. Dan dikelompokkan kedalam Veda Sruti Mantra ke-5, sebab isinya berbentuk syair. melukiskan tentang percakapan antara Arjuna dengan Krsna, yang merupakan awatara Dewa Wisnu. Isi percakapannya berkisar tentang ilmu pengetahuan, budhi pekerti, kebenaran yang hakiki, disiplin kerja, kebhaktian kepada Brahman atau Tuhan.
Kitab ini terdiri atas 18 bab serta 700 sloka, sebenarnya kitab ini merupakan bagian dari kitab Bhisma parwa, yang ditulis oleh maharhsi Vyasa. Karena sering menulis ajaran Krsna, maka maharhsi ini diberi julukan maharhsi Krisna Dwipayana Vyasa.     

2.4         Dewa-Dewa Dalam Veda
Di dalam Veda Tuhan Yang Maha Esa dan para Deva disebut deva atau devata. Kata ini berarti cahaya, berkilauan, sinar gemerlapan. Svami Dayananda Sarasvati membuka pengertian yang lebih luas tentang deva atau devata yang beraneka ragam (pluralistis), yang telah diinterpretasikan oleh sarjana-sarjana Eropa, yang sesungguhnya memancar dari Tuhan Yang Maha Esa (Titib, 2011:313). Beraneka dewa atau devata itu adalah untuk memudahkan membayangkan-Nya seperti yang secara gamblang dijelaskan dalam mantram-mantram Veda.
Dalam teologi Hindu kita jumpai demikian banyak jumlah atau nama dewa-dewa itu. Kitab suci Rg veda seperti pula halnya Atharvaveda menyebutkan jumblah dewa-dewa itu sebanyak 33 dewa. Berikut adalah kutipan mantra yang menjelaskan tentang 33 deva tersebut:
“a nasatya tribhirekadasaimha devebhir yatam
madhupeyam asvina, prayustaristam ni rapam
si mrksatam sedhatam dveso bhavatam sacabhuva”.
                                                                        (Rgveda I. 34 .11)
Artinya:
“Semogalah Engkau tiga kali sebelas (33) tidak pernah jatuh dari kesucian, sumber
kebenaran, yang memimpin kami menuju jalan yang untuk memperoleh kebajikan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa merakhmati persembahan kami, memperpanjang hidup kami, menghapuskan kekurangan kami, melenyapkan sifat-sifat jahat kami dan semoga semuanya itu tidak membelenggu kami”.

“Srustivano hi dasuse deva agne vicetatasah,
tan rohidasva girvanas trayastrimsatama vaha”.
                                                                        (Rgveda I. 45. 2)
Artinya:
“Ya Tuhan Yang Maha Esa, Engkau adalah guru agung, penuh kebijaksanaan, menganugrahkan karunia kepada mereka yang mempersembahkan karya-karyanya. Ya Tuhan yang penuh cahaya gemerlapan, semogalah para pencari pengetahuan rohani dapat mengetahui rahasia dari 33 dewa (yang merupakan tenaga kosmos)”.

Di dalam kitab suci Yajurveda, dijumpai juga sebuah mantra yang menjelsakan tentang 33 deva sebagai berikut:
“ Trayastrimsatastuvata bhutanyasamyan
Prajapatih paramestayadhipatirasit”.
                                                                        (Yajurveda XIV. 31)



Artinya:
“Pemujaan oleh 33 deva dan kedamaian ditegakkan Tuhan Yang Maha Esa, Yang adalah maharaja dari senua makhluk, ia adalah penguasa dan pengendalinya”.
Selanjutnya, di dalam kitab suci Atharvaveda juga menjelaskan tentang 33 deva, sebagai berikut:
“yasya trayastrimsad deva ange sarve samahitah,
Skambham tam bruhi katamah svideva sah”.
                                                                        ( Atharvaveda X. 7. 13)
Artinya:
“Siapakah yang demikian banyak itu, ceritakan kepadaku, tidak lain adalah Tuhan Yang Maha Esa yang meresapi segalanya, yang pada diri-Nya dikandung seluruh 33 dewa (sebagai kekuatan alam)”.
Seluruh dewa-dewa itu terdiri dari 8 Vasu (Astavasu), 11 Rudra (Ekadasarudra), 12 Aditya (Dvadasaditya), serta Indra dan Prajapati.
v Astavasu (8 Vasu) :
1.    Anala/Agni (dewa api)
2.    Dhava/Prthivi (dewi bumi)
3.    Anila/Vayu (dewa angin)
4.    Prabhasa/Dyaus (dewa langit)
5.    Pratyusa/Surya (dewa matahari)
6.    Aha/Savitr (dewa antariksa)
7.    Candra/Soma (dewi bulan)
8.    Druva/Druha (dewa konstelasi planet)
v Ekadasarudra (11 rudra) : Ajaekapat, Ahirbudhnya, Virupaksa, Suresvara, Jayanta, Bahurupa, Aparijita, Stivitra, Tryambaka, Vaivasvata, Hara. Ekadasarudra dihubungkan dengan prana dan atma dalam tubuh manusia dan dalam ajaran Tantra 11 rudra itu dihubungkan (disimbolisasikan) dengan 11 aksara, yaitu : DA, DHA, NA, TA, THA, DA, DHA, NA, PA, PHA dan BA. Rudra sering diidentikkan dengan aspek krodha dari Siva sebagai penguasa 11 penjuru di alam raya.
v Dvadasaditya adalah terdiri dari enam pasang deva, yaitu : Mitra-Varuna, Aryaman-Daksa, Bhaga-Amsa, Tvastr-Savitr, Pusan-Sukra, dan Vivasvat-Visnu (Rgveda XI.27.1). Keenam pasang dewa-dewa yang dimaksud merupakan wujud dewa yang transendent dan immanent. Dewa-dewa Dvadasaditya menurut kitab suci Rgveda X .63.2, I.72.9, VII. 10.3, dan Atharvaveda XIII.1.38 menjelaskan sebagai berikut:
a.    Transendent : Mitra (sahabat), Aryaman (mengalahkan musuh), Bhaga (pemurah), Tvastr (pembentuk), Pusan (energi), Vivasvat (gemerlapan).
b.    Immanent : Varuna (langit), Daksa (ahli), Amsa (yang bebas), Savitr (pelebur), Sukra (kekuatan), Visnu (yang meresapi).
Sebagai telah diuraikan di atas , teologi Veda adalah Monotheisme Transendent yaitu Tuhan digambarkan dalam wujud Personal God (Tuhan yang berpribadi), dan Monotheisme Immanent yaitu Tuhan digambarkan Impersonal God (tidak berpribadi), tidak ada wujud/bandingan apapun untuk menggambarkannya.
Penggambaran dalam wujud tertentu itu adalah untuk memudahkan membayangkan-Nya, sesuai sifat-sifat yang ditunjukkan-Nya. Penggambaran Dewa dalam Veda digambarkan sebagai berikut :
1.    Dewa Dyaus
Dewa Dyaus adalah dewa langit. Ia merupakan Bapak dari dewa dan merupakan dewa tertua dari seluruh deva. Di dalam mantra dilambangkan sebagai dewa Akasa dan dikenal paling berkuasa atas Sorga. Nama Dyaus dalam Rgveda terbaca tidak kurang dari 50 kali. Di dalam berbagai mantra Rgveda , ia disebut juga sebagai pencipta semua makhluk.
2.    Dewi Prthivi
Dewi Prthivi adalah dewi bumi, digambarkan sebagai seorang wanita yang sangat ramah dan merupakan dambaan setiap orang. Prtivi artinya yang mempunyai permukaan lebar, yang dimaksud adalah Bumi.
3.    Dewi Aditi dan Dewa-Dewa Aditya
Aditi selalu disebut sebagai seorang devi, ibu para deva. Ia disebut devi yang memberikan kebahagiaan. Aditya berarti putra Aditi, pada umumnya diartikan sebagai deva-deva yang merupakan satu kelompok. Ia dipersonifikasikan sebagai deva yang mempunyai kekuasaan yang paling tinggi sebagai perwujudan dari hukum yang mengatur peredaran alam semesta. Ia mengatur tata-surya dan mengatur hukum dunia.
4.    Dewa Agni
Agni sering disebut dalam Veda, disamping Indra dan Surya. Fungsi Agni sebagai pendeta, sebagai duta, sebagai pemberi berkah, sebagai ahli Veda, penjaga rumah, sebagai saksi sehingga Agni dimuliakan. Ia juga dikenal sebagai pengusir roh jahat, pengantar yajna. Aditya juga dipergunakan sebagai pengganti nama Surya matahari.

5.    Dewa Surya
Dewa Surya adalah dewa matahari, ia dipuja sebagai wajah agni di angkasa (Rgveda X. 7. 3). Ia juga disebut Divakara (Atharvaveda IV. 10. 5). Dewa Surya adalah putra Aditi dengan Dyaus, Devi Usas (fajar) adalah saudaranya.
6.    Dewa Varuna
Varuna sering diucapkan/ditulis Baruna dan selalu dihubungkan dengan laut. Nama Varuna sering dikaitkan dengan dewa Indra dan Mitra. Varuna berasal dari kata Var (menutup/membentang) yang berarti melindungi dari segala penjuru. Dari kata ini kemudian dihungkan dengan laut. Varuna dianggap sebagai deva yang mengawasi alam semesta.
7.    Dewa Asvin
Asvin adalah dewa kembar. Namanya disebut-sebut dalam Veda lebih dari 400 kali. Mereka dianggap sebagai deva yang paling muda, tampan dan cemerlang, dan keretanya diibaratkan sebagai matahari. Dalam Rgveda X. 61 dinyatakan bahwa Asvin adalah putra Surya. Dalam Mahabharata mereka menjelma menjadi Nakula dan Sahadeva.
8.    Dewi Usas
Usas adalah dewi fajar, disebut lebih dari 300 kali dalam Veda. Sebagai seorang devi ia digambarkan memiliki sifat yang manja, tubuhnya langsing, melenyapkan kegelapan, membangunkan orang dari tidur, mengusir mimpi dan membangunkan orang untuk sembahyang pagi. Ia dianggap bersaudara dengan Aditya. Menurut akar katanya, Usas berasal dari kata Vas yang berarti bersinar dan dianggap personifikasi aura matahari di waktu terbit.
9.    Dewa Indra
Seperti deva Agni dan Vayu, deva Indra sangat dominan disebut dalam Veda. Kata Indra berasal dari kata Ind dan dri, yang artinya yang memberi makan. Menurut Nirukta kata Ind berarti penuh tenaga. Indra pada mulanya adalah deva hujan yang mengalahkan raksasa Vrta, senjatanya adalah Bajra (petir).
10.    Dewa Vayu
Vayu adalah dewa angin, sering dihubungkan dengan Indra sebagai penguasa atmosfir. Dalam Rgveda, Vayu lebih popular dengan nama Vata, yang memberikan kesejukan, kesehatan, dan kesegaran jasmani.
11.    Dewa Soma
Soma tidak hanya sebagai dewa, tetapi juga dikenal sebagai jenis tanaman. Sangat sering disebut dalam Veda. Soma merupakan minuman para deva, diidentikan sebagai Indu yang berarti tetesan yang cemerlang.
12.    Deva Visvakarma
Deva Visvakarma di dalam Veda lebih popular disebut Tvastr yang artinya pembentuk atau pembuat. Kata Visvakarma berarti mengerjakan semua pekerjaan. Dalam Veda ia disebut sebagai pencipta dan pemelihara, dan pada zaman Purana fungsinya diambil alih oleh Dewa Brahma dan Visnu.
13.    Dewa Yama
Yama Adalah hakim agung raja alam pitra (akhirat). Yama lahir kembar, adiknya bernama Yami. Menurut Max Muller, Vivasvat adalah penguasa langit, Saranya lambang fajar, Yama lambang siang hari dan Yami lambang malam hari. Yama adalah dewa yang kejan terhadap orang jahat dan sebagai penguasa alam baka.
14.    Dewa Visnu
Dewa Visnu pada zaman Brahmana dan Purana menduduki tempat yang penting sedangkan pada zaman Veda kurang berperan. Visnu dalam Veda adalah nama lain dari Surya. Visnu adalah deva yang berkuasa pada masa itu, ia disebut sebagai pemelihara. Secara lahiriah ia ditafsirkan pula seperti matahari (Surya) dan dikenal pula sebagai Suparna atau Garutman. di dalam Purana Suparna atau Garutman adalah wahana Visnu dan senjatanya adalah Cakra lambang matahari, menunjukkan karakter Surya.
15.    Dewa Rudra
Deva Rudra tidak banyak disebut dalam Rgveda, tetapi dalam berbagai kitab sesudah Rgveda, Deva Rudra mulai semakin banyak dipuja dan bahkan diidentikkan dengan Deva Siva (Siva Rudra). Kitab Yajurveda dan Atharvaveda lebih menyebutkan Dewa Rudra. Ia merupakan dewa yang sangat pengasih seperti seorang ayah yang menyayangi putranya. Ia juga merupakan deva yang memberikan kesembuhan kepada setiap makhluk dan dapat menyembuhkan berbagai penyakit.
16.    Dewi Sarasvati
Kata Sarasvati berasal dari urat kata sr yang artinya mengalir dan di dalam Veda Sarasvati adalah nama dewi sungai dan dewi ucap (pengetahuan dan kebijaksanaan). Dalam kitab Purana, dewi Sarasvati disamping sebagai ilmu pengetahuan dan dewi sungai adalah juga sakti dewa Brahma. Ia digambarkan sebagai wanita yang berkulit putih bersih, perilakunya lemah lembut.(Titib,2011:326)




2.5         Cara Belajar Veda yang Gampang dan Tepat
Seiring perkembangan jaman di era modern seperti sekrang ini umat Hindu lebih cenderung terpengaruh mempelajari budaya asing yang belum tentu selayaknya ditiru, bahkan sampai melupakan jati dirinya yaitu sebagai umat hindu yang sudah seharusnya mempelajari dan mengetahui isi dari ajaran Veda agar dapat di amalkan pada kehidupan. 
Sebenarnya ada beberapa paktor kendala umat Hindu jarang mengetahui apa isi ajaran Veda itu, terutama umat yang berada atau bertempat tinggal di luar pulau Bali. Misalnya, sulitnya menemukan weda di toko-toko buku, sulitnya memahami arti dari isi weda sehinnga umat yang kurang serius ingin memahami weda mersakan bosan dan masih banyak lagi kendala-kendala yang lainnya. Namun sebenarnya jika kita sebagai umat Hindu mau mempraktikkan ajaran Weda tidak mesti harus memiliki Weda. Kita bisa menggunakan pustaka suci lainnya yang mudah ditemukan, seperti misalnya kitab-kitab Upaweda. 
Di atas sudah dijelaskan apa itu weda dan apa saja isi ajarannya. Agama Hindu tidak menekankan pada penghapalan kalimat pada kitabnya seperti agama-agama lain, akan tetapi lebih menekankan bagaimana memahami dan melaksanakan apa isi ajaran yang terkandung di dalam Weda pada kehidupan ini.
Contoh sederhana dalam mempraktikkan ajaran Weda, tanpa disadari kita sudah melaksanakannya secara bertahap. Misalnya, dari kecil orang tua sudah menanamkan bagaimana berpikir, berkata dan berbuat yang baik (Tri Kaya Parisudha). Bagaimana hidup harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama dan manusia dengan alam yang di sebut Tri Hita Karana. Tat Twam Asi yang menggambarkan hidup toleran, dan Wasudaiva kutumbakam. Dapat kita simpulkan Hindu mengajarkan untuk mencintai semua orang, dan menganggap orang lain sebagai saudara. Jika semua orang mampu mewujudkan ajaran tersebut maka akan tercipta kebahagian di dunia maupun nanti di alam sana.
Tidak ada gunanya memiliki sebuah kitab suci, apabila perilaku kita selalu diliputi kegelapan, melakukan sesuatu yang tercela. Lebih baik tidak memiliki tapi mampu menciptakan kedamain didalam hati maupun terhadap lingkungan. Dan alangkah baik dan bagusnya apabila kita memiliki kitab suci dan mampu mempraktikkannya demi mewujudkan keharmonisan. Maka agar dapat mempelajari veda dengan menyenangkan dapat dilakukan dengan memanfaat tekhnologi seperti televisi kearah yang positif, dimana televisi yang biasanya menyajikan tontonan seperti film, sinetron, gossip, dll, kini dimanfaatkan dengan menayangkan ajaran Veda dalam praktek yang dijabarkan dalam kisah-kisah itihasa dan purana yang telah diubah menjadi film seperti film Mahabharata.
Pada jaman dahulu penjabaran ajaran veda diubah dalam bentuk wayang, cara menyampaikan ajaran agama dalam bentuk cerita jauh lebih efektif dari pada  mempelajari agama melalu ayat-ayat kitab suci yang sulit dipahami, terutama untuk kalangan masyarakat awam, dengan hadirnya film seperti Mahabharata kita dapat belajar ajaran Hindu melalui kisah-kisah yang penuh makna, tanpa disadari dengan menonton dan mengikuti jalan ceritanya kita telah mempelajari veda dengan menyenangkan tanpa membaca kitab suci ataupun buku yang terkesan membosankan. Contoh ajaran veda dalam cerita Mahabharata yaitu dalam ceritanya kita dapat belajar ajaran satya semaya (setia kepada janji) dari Rsi Bhisma, belajar ajaran satya mitra (setia pada teman)  dari karna, belajar kepatuhan terhadap ibu dari panca pandawa, belajar hokum atau dharma atau kebijakan yang benar dari yudhistira dan shri Krhisna, mengetahui sifat keangkuhan dari duryodana yang harus dihindari, mengetahui kepolitikan dari sengkuni yang tidak patut ditiru dan lain sebagainya.
Melalui film, jauh lebih mudah memahami alur-alur cerita sehingga Mudah diingat,
dan sering menjadi renungan dalam menjalani kehidupan, sehingga yang dapat menumbuhkan kesadaran untuk menerapkan nilai-nilai ajaran Veda menurut keterangan kitab Mahabharata. Kisah-kisah yang terdapat didalamnya merupakan kisah yang terberkati, kisah yang bukan sekedar cerita. Para bijak menjelaskan bahwa barang siapa yang mendengarkan, membaca, merenungkan kisah yang diceritakan itu, maka ia dapat memperoleh kesejahteraan, kedamaian, dan panjang umur. Bahkan dijanjikan surga dan dosanya akan dihapuskan jika seseorang mau mempelajarinya secara mendalam dan menyampaikannya kepada orang lain.  

Mereka yang tidak mengganggu dunia dan tidak terganggu oleh dunia bebas dari pengumbaran nafsu, kedengkian, rasa takut, dan cemas hati. Merekalah penyembah yang dapat meraih kasih Tuhan.
 
(Bhagawadgita XII.15)








BAB III
PENUTUP
3.1  Simpulan
Agama Hindu yang kita kenal sekarang, lahir dan berkembang pertama kali di india, yaitu di daerah Punjab (di lembah sungai sindhu) dan dalam perkembanganya sampai kedaerah lembah sungai gangga dan yamuna. Nama Hindu berasal dari kata Sindhu yaitu nama sungai di India barat daya datanglah bangsa Arya dari daratan Eropa timur Laut ke India. Ajaran agama dalam Hindu didasarkan pada kitab suci atau susastra suci keagamaan yang disusun dalam masa yang amat panjang dan berabad-abad, yang mana di dalamnya memuat nilai-nilai spiritual keagamaan berikut dengan tuntunan dalam kehidupan di jalan dharma. Di antara susastra suci tersebut, Weda merupakan yang paling tua dan lengkap.
Kata Veda bearasal dari urat kata kerja ‘Vid’ yang artinya mengetahui dan veda berarti pengetahuan, dalam pengertian simantik veda berarti pengetahuan suci, kebenaran sejati, pengetahuan tentang ritual, kebijaksanaan yang tertinggi, pengetahuan spiritual sejati tentang kebenaran abadi, ajaran suci atau kitab suci sumber ajaran agama hindu. Veda di kelompokkan menjadi dua Kitab Sruti dan smrti. Sruti  yaitu berasal dari akar kata “srut” yang artinya mendengar. Kitab Sruti menunjukkan bahwa isi kitab itu merupakan wahyu Tuhan Yang Maha Esa yang diturunkan dan diterima secara langsung oleh para Maharsi melalui pendengarannya.  Karena banyak tafsir yang dimasukkan ke dalam isi kitab Smrti, maka nilainya dianggap lebih rendah dari kitab suci Veda Sruti. Artinya bila ada hal-hal yang bertentangan isi kitab ajaran kitab suci Veda Sruti dengan Veda Smrti, maka yang dianggap benar adalah isi dari kitab Veda Sruti.

1 komentar: